“Thing-thung-thing-thung-thing”
HP monochrome itu bergetar.
“Halo, De, Mba disuruh pulang sama simbok”
Suara serak kakak perempuanku diseberang sana terdengar pasrah.
“Oh, ya Mbak. Itu lebih baik, biar ada yang urus, Mba, bisa istirahat di kampung”
Jawabku, meyakinkan.
20 tahun lebih berjibaku di metropolitan. Lelah jiwa raga itu pasti. Tanpa teman hidup yang berarti, teman adalah sekedar teman. Sesejati apapun teman, mereka hanya teman. Bukan saudara, apalagi belahan jiwa.
Hari, bulan berlalu. Saya beranggapan, mba, betah di kampung. Bersama simbok dan handai tolan.
Sakitnya tak kunjung baik. Angin malam seolah berbisik,
“De, mba duluan ya”.
Tak ada tangis, bahkan isak sekalipun. Bahkan saya lupa kapan kabar itu beredar. Bahakan pemakamannya saya juga lupa.
Hanya si monochrome Nokia 3310 warisan yang masih kerap berdering, nomor 08151623661, juga kuwarisi.
“Halo, Maba Rus ada?”
Tanya akrab dari seberang, Saat saya menjawab akan segera disambung, innalilahi…
Berulang, dan akhirnya dering itu berhenti, seiring rusaknya kartu atas namamu. Ingin kuhidupkan, demi kenangan, tapi KTPmu…
“De, kalo naik motor lewat pinggir kiri aja”.
Nasihatmu saat aku antar kau ke bilangan Taman Anggrek.
“De, pakai kawat gigi ya, biar rapi itu gigimu”.
Tentu saja aku tertawa tanda menolak, apa kata orang kampung ngeliat cah ndeso ini pakai kawat gigi.
Seiring gesekan roda besi Commuter Line Jatinegara – Bekasi kuberdoa. Semoga kau bahagia di sana. Diapit bidadara-bidadara surga. Amin
Tahun demi tahun berlalu. Umurku saat ini adalah umurmu saat engkau pergi tanpa pamit. Apakah nanti aku sempat pamit?(tri)
**************
Posted from WordPress for Android Wonder Roti Jahe
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.