CRM
Sepulang kuliah, Yasir selalu mampir ke Pasar, membantu merapikan barang dagangan, mengantar ke mobil pembeli dan kadang disuruh mengantar ke rumah pembeli menggunakan sepeda motor. Seperti siang ini, Yasir disuruh mengantar 3 karung bawang ke pelanggan pak Atmaja. Pelanggan Pak Atmaja sebagian besar adalah reseller, atau membeli bawang untuk di jual lagi. Agen di beberapa pasar lain juga mengambil dari pak Atmaja.
Awalanya Yasir agak risi karena harus membawa uang yang cukup banyak dari pembayaran bawang yang dia kirim, dia takut khilaf. Tapi Pak Atmaja tidak pernah menaruh curiga, dia yaqin dan percaya sama Yasir setelah beberapa bulan melihat ketekunan dan kinerja Yasir yang lebih dibanding yang lain. Pekerja Pak Atmaja sebenarnya cukup banyak, terutama tukang angkut. Yang paling dipercaya adalah Murino, Yasir biasa menyapa Mas Muri. Muri sudah bertahun-tahun mengabdi sama Pak Atmaja, sehingga boleh dibilang tangan kanannya. Anak Pak Atmaja sepertinya tidak ada yang berniat meneruskan bisnis bapaknya. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing, hanya sesekali ke pasar, termasuk anak terkecil Melia yang juga belum tahu apakah jadi penerus atau tidak, karena masih kelas 2 SMA. Selain Muri ada Pak Hasan, sopir Pak Atmaja yang lebih sering sebagai sopir mobil losbak di pasar guna mengantar pesanan dengan jumlah besar. Ada juga Toto, yang cukup dekat dengan Muri. Juga ada Feri yang belum lama bergabung sebagai pegawai Atmaja. Feri merupakan anak Cak No yang paling besar, sebenarnya masih remaja, karena baru lulus SMP tahun lalu, tapi karena kondisi ekonomi dia tidak melanjutkan ke SMA. Cak No juga tidak menyuruh, tapi karena kedewasaan anak itu membuat dia merasa ikut bertanggung jawab atas kelangsungan hidup adik-adiknya yang masih kecil. 2 adiknya masih SD dan satu lagi masih bayi.
Yasir menyusuri jalanan sepulang mengantar 2 karung bawang putih ke pasar Sukun. Bu Marti pemilik bédak menitipkan uang pembayaran tapi tidak dibayar semua, cuma dibayar 1 karung, katanya sudah bilang sama pak Atmaja, Bu Marti sudah lama langganan sama Pak Atmaja, dan kerap memesan barang lewat telpon. Dan Pak Atmaja memang percaya dengan pelanggan yang sudah lama mengambil barang padanya. Memikirkan tentang kepercayaan Pak Atmaja kepada Bu Marti, apakah benar Bu Marti sudah bilang ke Pak Atmaja bahwa hanya akan memabayar setengah dari barang yang dikirim, lantas kapan sisanya? Yasir jadi kurang fokus menjalankan sepeda motornya, dan tidak menyadari saat ada kendaraan dari lawan arah yang melaju cepat hampir menyerempet dia sambil membunyikan klakson kencang.
“Cah Gemblung!”, Yasir berteriak ke arah motor merah yang sudah melaju melewatinya dan menyalip beberapa kendaraan lain seperti pebalap moto gp.
Sesampai pasar Yasir segera menghadap Pak Atmaja, menyerahkan uang dari Bu Marti dan menyampaikan apa yang tadi dibilang Bu Marti, ternyata benar, pak Atmaja sudah tahu kalo Bu Marti membayar setengah kiriman. Sisanya akan dibayar nanti saat order barang berikutnya. Yasir jadi ingat salah satu mata kuliah tentang CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT (CRM) SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN LOYALITAS PELANGGAN. Mungkin itu yang diterapakan Pak Atmaja untuk mengikat pelanggannya, agar tetap loyal dan tidak berpindah ke agen lain.
Yasir melanjutkan kesibukannya di gudang bawang Pak Atmaja dengan merapikan tumpukan stok bawang, sesekali memanggul bawang keluar saat ada pesanan. Beberapa rekan mahasiswa Unmar juga kerap melihat kegiatan Yasir di pasar. Yasir tidak merasa malu, cenderung cuek meski beberapa dari mereka seolah mencibir tapi sebagian besar justeru salut dengan kerja kerasnya.
Salah satu Mahasiswa yang kenal dekat dan paham kondisi Yasir adalah Yuda, nama lengkapanya Yudakusuma Sadewa. Yuda memang ngekos tidak jauh dari pasar Mergan, sehingga kerap membeli kebutuhan sehari-hari ke pasar dan bertemu Yasir. Tentu saja kos-kosan Yuda tidak seperti kosan Yasir yang kecil dan sempit. Yuda anak orang terpandang di Purwokerto Jawa Tengah, orang tuanya adalah pengusaha supermarket dan mengeloala beberapa travel agent. Tapi Yuda tidak pernah menunjukan sikap yang umumnya terdapat pada anak orang kaya, kecuali dari dompetnya yang tidak pernah tipis. Yuda tetap mau masuk ke pasar tradisonal yang sumpek dan kadang becek berbau saat musim penghujan dan yang pasti Yuda bersedia berkawan dekat dengan Yasir yang cuma kuli pasar. Bebrapa Mahasiswa lain juga sering menjumpai Yasir di pasar, tapi mereka hanya memandang acuh dengan sorot mata merendahkan, tidak pernah menyapa. Yasir tidak pernah mempermasalahkan hal itu, selama tidak mengganggunya.
Tentu saja Yuda langsung akrab dengan Yasir, selain sifat dia yang mudah bergaul dengan siapapun, dia juga tidak akan lupa dengan pertolongan Yasir beberapa tahun silam saat dia masih kelas satu SMA dan melintas di terminal Purwokerto. Saat itu dia merupakan anak baru, alias kelas satu sebuah SMA ternama di Purwokerto. Lewat terminal hanyalah jalan pintas menuju rumahnya yang memang tidak jauh dari terminal. Saat itulah kejadian pengeroyokan menimpanya, dia bisa saja babak belur jika Yasir tidak segera datang dengan pipa besi di tangan.
Pertemuan tidak terduga terjadi saat keduanya melakukan daftar ulang di Unmar. Masuk dalam kampus yang sama, Manajemen. Ternyata Yuda memeiliki Family di Malang, keluarganya menitipkannya pada familinya itu, tapi Yuda justeru memilih indekos dengan alasan biar lebih mandiri dan bertanggung jawab.
===============***==============
TINJU
Sudah beberapa hari Fany memantau taman kampus di pagi hari, dan selalu melihat Yasir yang sedang makan nasi bungkus sambil membaca buku pelajaran, tapi dia belum berani menyapa. Beberapa kali juga mereka bertemu pandang secara tidak sengaja, dan Fany yakin Yasir tidak mengenalinya.
Pernah suatu pagi, Fany yang sedang duduk di taman berharap bisa bertemu dan menyapa lelaki yang membuatnya penasaran ditambah pesan Eyang untuk menyampaikan terimakasih dan permintaan maaf, ternyata yang datang justeru 4 mahasiswa yang lebih layak disebut gerombolan berandal. Mungkin mereka hanya iseng masuk perguruan tinggi atau sekedar kedok kepada keluarganya. Tidak ada niatan belajar selain mencari teman atau lebih parah, mencari mangsa.
“Hai cantik, sendirian aja”, salah satu dari 4 lelaki yang muncul di taman itu mulai menggoda Fany dengan sapaan yang menyebalkan. “Kita temenini yah”, selanjutnya 2 orang langsung duduk di samping kanan dan kiri Fany, sementara 2 lagi berdiri di depan Fany. Andai saja hidung belang ini hanya sendiri, tentu sudah ia piting dan hajar habis-habisan, meski perempuan Fany pernah belajar teknik dasar karate, tapi mereka berempat jelas bukan tandingannya.
“Hai, apa-apaan kamu”, teriak Fany sambil bangkit berdiri, kaget manakala salah seorang lelaki yang duduk di samping kirinya merangkul pinggangnya. Tapi justeru lelaki satunya menahan bajunya membuat Fany kemabli terduduk. “Awas, kalian”, Teriak Fany lagi sambil mengibaskan tangannya. Tapi mahasiswa disamping kanan justeru merangkul dengan kuat membuat Fany semakin tidak bisa bergerak.
“Jangan jual mahal, kita cuma mau nemenin kok”, seloroh salah satu mahasiswa yang berdiri sambil tangannya menjawil dagu Fany.
Fany mencoba berontak, dia mulai panik dan berteriak, “Tolooong!”
“Hai, sedang apa kalian”, Tiba-tiba terdengar bentakan seseorang yang baru muncul dari balik pohon bougenvil di kelokan jalan taman. “lepasin dia”, tambah lelaki yang ternyata adalah Yasir, manusia yang sedang ditunggu Fany dari pagi.
“Tidak usah ikut campur cuk, bukan urusanmu, pergi sanah”, hardik salah satu mahasiswa berandalan yang berdiri di depan Fany, berbalik menghadang Yasir.
“Saya tidak suka lelaki yang mengganggu perempuan, cemen kaya ayam jago yang tanpa pandang bulu saat melihat ayam betina, main sosor aja”, Yasir berkilah . “Eh, tapi masih mending ayam jago si, ayam jago selalu sendirian saat mendekati ayam betina, dia tidak sudi ditemani ayam jago lain”, imbuh Yasir membuat lelaki yang menghadangnya murka dan langsung melompat bermaksud memberikan pukulan dari atas.
Yasir berkelit menghidari pukulan layang tersebut dan sambil memutar tubuh sekaligus melayangkan tendangan layaknya gerakan capoera telak mengenai perut samping si penyerang membuatnya terpelanting dan mengaduh sambil memegang dada. Merasa sesak karena posis jatuhnya yang miring membuat ulu hatinya terhentak berakibat sulit bernafas dan cukup lama untuk menguasai aliran udara dalam dadanya.
3 orang lainnya ikut bangkit dan menghadang Yasir, tidak imbang memnag, tapi Yasir bukanlah pengecut. Meski hanya memiliki sedikit dasar ilmu bela diri yang diperoleh dari pelatihan Bela Panca (penggabungan 5 aliran bela diri mulai dari karate, pencak silat, jiu joitsu, kungfu dan capoera) tapi kerasnya hidup membuatnya tidak pernah gentar menghadapi lawan sebanyak apapun, pantang mundur.
Sebelum ketiga berandalan itu menyerang, Yasir sudah lebih dulu merangsak ke depan dan memberikan tinju ke muka penghadang paling dekat membuatnya terhuyung sambil berusaha membalas, karena gerakan tidak sempurna ini Yasir mengambil kesempatan, berkelit sedikit dan melayangkan tendangan putar menghajar pungung lawan sampai tertjerembab. dua lawan lain yang bersamaan menyerang dengan tendangan dan pukulan sempat dihindari Yasir, meski salah satu pukulan mengenai pipinya, tapi tidak terlalu telak. Yasir menjatuhkan diri berguling mendekat dan menendang selakangan penyerang yang lebih jauh, membuat orang itu kaget karena tidak menyangka dapat serangan dari bawah, dia langsung tengkurap sambil memegang selakangannya yang ngilu tidak karuan. Penyerang satu lagi berbalik hendak membantu, bersamaan Yasir bangkit dan melompat menjejakan kedua kakinya bergantian ke dada penyerangnya selanjutnya koprol ke udaran dan jatuh berdiri dengan posisi kuda-kuda. Sementara penyerang yang mendapat jejakan dua kaki Yasir terpental sejauah 5 meter berguling di tanah berakhir kepalanya menghantam pondasi pot taman. Berdarah tapi masih sadar.
Yasir masih diam dengan posisi kuda-kuda menunggu para penyerangnya, tapi mereka sepertinya mulai gentar. Satu orang sudah berdiri, satu orang duduk di rumput memegang perutnya, satu lagi masih tiduran mengaduh memegang selakangannya, paling naas yang terakhir, menggeleng-geleng seperti orang linglung karena kepalanya terantuk coran pondasi membuat pandangannya kabur, darah masih mengalir dari sisi jidatnya. Yasir akhirnya beranjak menghampirinya, orang itu sempat takut kawatir Yasir kembali menghajarnya, tapi selanjutnya dia diam saja, karena melihat Yasir mengambil handuk kecil yang biasa dia pakai lap keringat saat di pasar, memegang kepala orang itu dan mengelap darah yang masih mengalir, mengambil air mineral yang selalu dia bawa dari rumah dia siram luka dan bersihkan secukupnya. “Tidak parah”, kata yasir sambil menyiram air mineral sekali lagi, kemudaian menahan luka dengan jari agar pendarahan berhenti. “Kau punya obat luka, atau plester”, lanjut Yasir sambil menatap Fany.
Fany yang dari tadi menyaksikan kejadian yang mendebarkan sekaligus membuatnya tegang tersadar, “Oh, ada”, Fany segera membuka resleting tasnya, mengaduk isinya dan mengeluarkan obat merah beserta plester dan menghampiri Yasir.
Yasir langsung meneteskan obat merah ke luka lawannya, menahan sesaat dengan jarinya kemudian memasang plester. SI Berandal hanya diam saja, disamping takut dihajar Yasir, kepalanya juga masih pening. “Sebaiknya kalian tidak mengganggu anak ini lagi, pergilah”, Ucap Yasir halus tapi penuh penekanan sambil menunjuk Fany disusul gerombolan berandalan itu bangun dan pergi dengan muka yang penuh tanya, mereka baru pernah lihat ada lawan yang mau menolong musuhnya. Yasir sendiri sebelum bangkit, dia mengakat tapak sepatu, sambil berpura-pura membersihkan ujungnya dia mengendurkan tumit sepatunya, menaruh sesuatu di bawah tapak kaki. Ada barang berharga milik penyerang tadi yang jatuh tanpa mereka sadari, sebungkus plastik kecil berisi serbuk mirip tepung terigu, dan itu menarik perhatian Yasir. Dia sengaja menginjaknya selama membersihkan luka musuhnya tadi. “Harus dilaporkan Mas Sanjaya”, batinnya.
“Te..Terimakasih ya”, cicit Fany setelah para penggangu tadi berlalu dan tidak kelihatan lagi.
“Iya, ga papa. Saya duluan ya, udah terlambat nih”, jawab Yasir cepat sambil mengangguk. “Oh iya, kamu sebaiknya jangan sendirian kalo di taman, ajak kawan biar lebih aman. Mari”, Yasir segera berlari menuju kelas, inisiasi Matematika sudah dimulai 5 menit lalu, batinnya.
Fany bengong tak bisa banyak bicara, padahal tadi berniat mengenalkan diri. Akhirnya diapun bergegas ke kampus Akuntansi.
Hari berikutnya Fany tetap berniat ke taman dan akan memberanikan diri menyapa jika ada Yasir di sana, tapi sayang dia bangun kesiangan dan harus bergegas ke kelas sehingga tidak sempat mampir ke taman. Saat pulang juga tidak mungkin dia mencari Yasir, Bapaknya, Pak Prawira minta dibeliin tambahan bawang putih satu karung karena ada tambahan pesanan catering. Pak Prawira merupakan pemilik restoran Prawira Group yang memiliki beberapa cabang di Kota Malang, selain melayani di resto, restoran Prawira juga melayani pesanan catering.
Setelah jam mata kuliah terakhir yaitu MENYUSUN KONSEP DASAR KEUANGAN selesai dibawakan dosen Hibawa Mukti, Fany bergegas ke parkir motor dan menyalakan mesin. Motor 250cc 2 silinder segaris dengan knalpot Akrapovic full Carbon menyalak garang tapi tidak memekakan telinga, sesampai Jalan besar, gas ditambah, Pasar Mergan tujuannya, mengambil pesanan Bapaknya, meski jengah tapi dia harus patuh perintah orang tuanya, daripada dikutuk jadi bawang merah, dia inget seloroh kakaknya tadi pagi sebelum berangkat kuliah. Mendekati pasar ada penjaja mie ayam dengan gerobak dorong, reflek Fany meminggirkan dan menghentikan motor samping gerobak, pertunya lapar dan menuntut perhatian. Semangkok mie ayam dan es teh manis segera terhidang, pelan tapi pasti, kedua hidangan itu tandas kurang dari 15 menit, segera membayar dan melanjutkan tujuan.
===============***==============
Absen lik 😁
SukaDisukai oleh 1 orang
wacane kapan kapan ya, nek kober, anu dawa kaya ikatan cinta mas al dan andien hahahaha
SukaSuka