Trust (3)


Prolog

“Bagus, bagus. Kerjamu bagus” Lelaki itu bertepuk tangan penuh kegembiraan. “Biar dia merasakan pembalasanku karena telah menjebloskan anaku ke penjara”, lanjutnya penuh kepuasan.

“Iya”, Lelaki lain di ruangan itu menyahut pendek sambil menunduk.

“Kamu kembali bekerja seperti biasa, biar tiadak ada yang curiga”, dia beringsut ke meja, menarik laci dan mengambl sesuatu. “Ambil hardisk ini, amankan yang disana dan ganti dengan ini. lakukan dengan bersih, Ingat, bersih!” lanjutnya penuh penekanan.

“Baik”, lelaki di hadapannya diam sejenak, “Apakah keluargaku sekarang sudah bebas berarti?”

“Mereka tetap menjadi jaminan, sampai semua selesai”.

“Tapi saya sudah menyelesaikan tugas yang kau perintahkan”

“Jangan membantahku, hutangmu dan keluargamu tidak akan pernah lunas”,

“Tapi,,,”

“Sudah pergi sana, lakukan tugasmu dengan baik”.

================***===============

Belut Berkaki

2 Tahun Silam

“Belut Berkaki”, Sanjaya menimang amplop coklat itu. “Petunjuk baru lagi, nampaknya kita bisa mulai dari Unmar, besok 2 orang ke kampus itu, selidiki suasananya dulu, jangan gegabah”, dia menginstruksikan ke tim atas petunjuk baru yang dia dapat dari pegawai bapaknya di pasar Mergan. Yasir yang merupakan mahasiswa di kampus Tersebut.

Dua hari berikutnya Sanjaya menyerahkan ponsel ke Yasir sekaligus meminta informasi tentang orang yang dianggap memiliki bukti ‘jejak belut berkaki’ itu. “Kamu foto saja Sir kalo ngelihat dia, ingat, jangan sampai mereka menyadari tindakanmu. Atau kau infokan saja posisi mereka, akan ada orangku yang mengikutimu beberapa hari ini”, penjelasana Sanjaya panjang lebar ke Yasir. Mulai dari kode-kode keadaan, posisi menurut putaran jam dan sedikit info resiko yang bisa saja terjadi.

Hari-hari berikutnya, Yasir seolah menjadi agen mata-mata polisi. Pura-pura keliling kampus, memperhatikan tiap manusia yang dia jumpai, memastikan orang yang sedang dicari anak majikannya. Mas Sanjaya menyuruh 3 orang anak buahnya mengikuti yasir di kampus sekalian memantau situasi kampus itu. Ya Yasir diminta menunjukan orang yang pernah mengeroyoknya, tapi secara sembunyi-sembunyi. Semua juga berawal dari penemuannya saat berkelahi karena membela Fany di taman dan berakhir dia menemukan bungkusan plastik kecil berisi bubuk putih seperti tepung terigu. Karena curiga, dia mengamankan barang tersebut dan menyerahkan ke Sanjaya dengan kode ‘belut berkaki’ alias misteri yang perlu dipecahkan, karena tidak ada belut yang berkaki dalam arti yang sebenarnya,

Dengan modal ponsel berkamera di tangannya, Yasir secara sembunyi-sembunyi memotret orang-orang yang dulu mengeroyoknya, mengirimkan pesan ke nomor yang sudah dikasih tahu Mas Sanjaya bahwa pemegang nomor ponsel itu ada di dekat dia, meski yasir tidak tahu orang yang mana, karena Sanjaya juga merahasiakan identitas orang tersebut. Yasir hanya memotret dan mengirim gambar dengan kode arah, misala arah jam 11 jika orang yang dimaksud berada di sisi depan agak kanan dari dirinya saat memotret.

Setelah hampir satu pekan kegiatan pengintaian itu, Sanjaya megatakan sudah cukup dan menyuruh Yasir kembali beraktifitas seperti biasa. Satu pekan berikutnya, Yasir sudah tidak pernah melihat orang-orang yang pernah mengeroyoknya, mungkin sudah ditangkap, atau pindah kampus karena suatu hal. Sanjaya tidak pernah bercerita lebih jauh, hanya bilang, sudah cukup dan begitu saja. Yasir juga tidak mau terlalu mencampuri urusan Sanjaya, kawatir akan membuka rahasia polisi dan malah membuat Sanjaya dalam bahaya.

***

Saat ini

Sanjaya merenung setelah membaca laporan anak buahnya, dia sedang berada di depan ruang ICU rumah sakit yang merawat Yasir dan Vera di Lamongan. Ini hari ketiga dan kedua insan itu belum sadarkan diri, masih berada di ruang ICU menjalani perawatan intensif. Dari awal mendapat laporan dari anak buahnya yang mengawal Yasir, Sanjaya mencurigai ada yang menyabotase mobil yang dikendarai Yasir dan Vera. Mobil itu mengalami rem blong dan airbag malfungsi, tidak masuk akal karena Sanjaya sendiri yang mengantar mobil itu untuk servis rutin sehari sebelum Yasir pergi mengecek pabrik baru di Lamongan. Dari hasil laporan dan pengecekan bengkel, mobil tersebut sehat dan tidak ada kendala apapun.

Oleh karenanya, Sanjaya menyuruh Riki, anak buahnya untuk mengecek kondisi mobil paska kecelakaan setelah mereka mengantar Yasir dan Vera ke rumah sakit terdekat. Tentu saja dengan koneksi dari sahabatnya yang bertugas di Polres Lamongan. Cukup satu orang, sementara satu orang lagi yang bernama Wandi tetap menemani Cak No di rumah sakit. Karena Sanjaya baru bisa datang sorenya.

Dari hasil pengecekan itu diketahui, selang oli rem ada cedera yang mencurigakan, seperti sengaja dibuat bocor. Sanjaya langsung menyuruh Riki mengecek CCTV di Pabrik Beras dan hasilnya mengecewakan. Hasil rekaman hardisk di DVR CCTV ternyata beberapa jam sebelum Riki sampai di pabrik itu, sedang jam sebelumnya tidak ada rekaman, bahkan hari-hari sebelumnya juga tidak ada. Kata scurity penjaga, dia baru menghidupkan rekamannya beberapa jam lalu, itupun karena tanpa sengaja melihat simbol ‘REC’ di monitor tidak muncul, selama ini dia juga tidak terlalu memperhatikan, hanya memantau sesekali saja.

Sanjaya kembali membaca laporan anak buahnya, nama-nama pekerja yang bertugas saat Yasir bertandang ke pabrik itu, cukup banyak dan tidak ada satupun yang bisa dicurigai. Mereka juga dari berbagai wilayah di Lamongan, bahkan ada yang dari luar Lamongan. Tapi Sanjaya yakin salah satu dari merekalah yang melakukan sabotase. Sayang ini bukan wilayah tanggung jawabnya, jadi dia tidak bisa bebas bergerak dan menyelidiki kecurigaannya. Hanya Rito, rekan sejawat yang bertugas di Polres Lamongan yang bisa membantunya sekaligus memuluskan akses penyelidikan.

“San, wis ono sing mbok curigai?”, Cak No yang sedari tadi memperhatikan dengan penuh rasa ingin tahu akhirnya buka suara. Dia sudah mau bertindak dengan caranya, tapi Sanjaya melarang. Cak No sudah mengenal Sanjaya dari kecil saat masih sering ikut bapaknya ke pasar, bahkan kerap ikut naik becak Cak No yang membuat Cak No tidak narik penumpang satupun, karena kalo dilarang, Sanjaya kecil akan nangis kejer. Akhirnya Cak No mengalah, meski akhirnya dia akan dapat uang dari Pak Atmaja. Karena hal tersebut, Cak No dan Sanjaya sudah tidak punya batasan yang berarti, dekat sperti adik kakak.

“Belum Cak. Rodok angel iki, ga ono sing ta kenal blas”, jawab Sanjaya sambil masih memperhatikan kertas daftar pekerja proyek itu.

“San, aku ta bertindak yo, gak trimo aku, jiancuk nan wong iki, opo maksude nyabotase mobil Yasir jal, wong cah ra tau nduwe musuh kok”, Cak No kembali menawarkan usulnya. Bertindak di sini adalah Cak No akan menghubungi rekan-rekan lamanya di seputar Jawa Timur termasuk di area lamongan. Ya, Cak No pernah di dunia hitam pada masa mudanya, Bukan sekedar nakal biasa, tapi lebih dari itu. Hampir seluruh pelosok Jawa Timur dia kenal. Mulai dari teminal, tempat esek-esek, tongkrongan preman dimanapun pernah ia satroni dan di tiap tempat-tempat itu, ia yakin masih ada sabaht-sahabatnya yang meski jahat dan kejam tapi setia kawan, bahkan akan rela menyabung nyawa demi rekannya. Dulu seperti itu, sampai Cak No bertaubat dan meninggalkan dunia hitamnya.

“Sabar Cak”, Sanjaya menatap Cak No, “Kita tidak boleh gegabah, paling tidak kita harus punya dasar yang cukup beralasan untuk mulai penyelidikan jadi tidak membabi buta. Sekarang Cak No kalo mau bertindak, mulai dari mana coba jika tidak ada seseorang yang dicurigai?”.

“Apa mungkin ini musuh Pak Waluyo San?”, Cak No berasumsi.

“Belum tahu Cak. Tapi saya baru mulai mendapat titik terang ini, kecil si tapi bisa jadi alasan. Seseorang yang tahu mesin mobil dan juga kontrol ECU, memanipulasi fungsi dari mobil, pasti dia sudah cukup berpengalaman”, Sanjaya tersenyum kecil, “Ya, aku akan mulai dari situ”.

“Kene ta poto kopine”, tiba-tiba Cak No merebut daftar nama pekerja dari tangan Sanjaya dan bergegas keluar rumah sakit sebelum Sanjaya sempat mencegahnya.

================***===============

Tinggalkan komentar