1 Syawal 1443H


Bismillah

Apa kabar kawan? Semoga di hari yang ‘fitri’ ini kita semua senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

Fitri? Ya ini istilah umum yang dipakai dalam tulisan broadcast ucapan lebaran dan minta maaf. Entah mengapa hampir semua orang minta maaf di bulan Syawal, apakah mereka semua berbuat salah di masa lampau, belum tentu, hanya barangkali dan tertanda fulan dan keluarga, seperti itu. Tentu saya juga minta maaf di sini, karena mungkin ada sombong dan angkuh dalam tulisan atau postingan yang saya publish, mungkin sekali malah.

Karenanya, saya sadar diri, sombong yang tersemat dalam tulisan saya mohon dimaafkan. Semoga itu tidak menyusahkan pembaca.

Orang bijak bilang

Bila tidak bisa membahagiakan orang lain, paling tidak jangan menyusahkannya

Jadi, apakah kita sudah membahagiakan orang di sekitar kita? Keluarga, saudara, teman, dan siapapun yang kita kenal. Kalo tidak atau belum mampu, minimal jangan membuat mereka susah.

Setelah saya renungkan, sepertinya saya kerap menyusahkan orang lain, apalagi di era digital, era sosial media, beberapa ketikan, misal di grup whatsapp bisa saja merepotkan dan membuat susah anggota grup lain.

Iya, kadang kita tidak sadar, kadang sok keren dengan menulis ‘hal tersebut’ atau mungkin biar dianggap keren, padahal tulisan itu bisa saja membuat sakit hati orang lain yang membacanya. Kita mungkin tidak bermaksud menyakiti, tapi penyampaian lewat tulisan kadang tidak serta merta mewakili apa yang sebenarnya ingin kita sampaikan.

Mungkin bagi kita atau lebih tepatnya saya, menyampaikan sesuatu yang tidak bisa disampaikan orang lain adalah sesuatu yang baik, gagah berani dengan resiko hanya kita eh saya yang menanggung, padahal bisa saja itu berimbas ke orang lain yang berhubungan dengan kita. Entahlah, kadang saya memang pendek pikir karena sentuhan emosi sekedarnya.

Memang, kadang saya memerlukan tantangan untuk bisa bertahan, dalam hal ini, di lingkungan dunia kerja. Saat tantangan pekerjaan tidak ada, maka saya akan mencari tantangan lain yang masih berhubungan dengan dunia kerja saya, misal sedikit ‘menyenggol’ kebijakan manajemen yang saya anggap menyalahi aturan. Saya memang tidak berdaya, tapi karena ketidakberdayaan saya, justeru di situ letak tantangannya. Seru.

Nah hal itulah yang kadang membuat saya lupa diri, bahwa ‘senggolan’ itu mungkin berdampak ‘agak’ panjang, baik ke saya pribadi maupun orang lain yang terkait, dalam hal ini hierarki manajemen.

Tapi sekali lagi saya susah untuk diam saat ada sesuatu yang menyimpang, saya kerap ‘sok’ kuat dengan mengabaikan kedudukan dalam struktur organisasi. Ya, saya anggap manusia itu sejajar, sama saja. Saya tidak perlu repot-repot merunduk dan menghormat hanya karena mereka lebih tinggi dalam struktur organisasi. Bahkan saya siap dibuang, kadang begitu. Saya tahu, keberanian (mungkin sedikit keangkuahan) bersikap yang mungkin kelewatan ini, berasal dari gen simbok saya. Ya karena saya anaknya simbok. (ngapunten mbok, anakmu ra bali, ra sowan ing dinten riyoyo kiye).

Tapi sekali lagi, keangkuhan ini sepertinya berdampak ke orang lain yang saya singgung dalam hal ini hierarki di atas saya. Mungkin. Mungkin sekali. Tapi saya tidak bermaksud menyusahkan, tapi bisa jadi itu membuat hati mereka susah, atau jadi pemikiran yang menambah memori di otak.

Sekali lagi nasehat dari orang bijak itu menyapa memori saya, bahwa kalo tidak bisa menyenangkan orang lain, paling tidak jangan menyusahkannya. Hanya saja, sesuatu yang saya sampaikan juga demi menyenangkan orang lain, misal begitu, lantas apakah saya salah? Entah. Atau bisa jadi ini pembelaan saya pribadi, sekedar pembenaran demi gaya dan gengsi yang menggunung. (tri)

Tinggalkan komentar