Tadi malam pulang nguli, sengaja pulang malam, karena Jakarta hujan di sore hari.

Sesampai Lemah Abang menjumpai club CB150R yang konvoi, mungkin touring. Saya lewati mereka sambil klakson dan Acung jempol, cukup susah, karena ridingnya tidak berurutan, sampai rider terdepan saya salip.
Tidak seberapa lama (mendekati Pebayuran) saya melewati anak muda yang sedang menuntun Yamaha Mio. Reflex saya pinggirkan sepeda motor dan berhenti. Menunggu si Mio mendekat, rombongan CB 150 R melaju meninggalkan suara gemuruh.
“Kenapa Mas?” Tanya saya kepada si Mas Mio, maksudnya anak muda yang menuntun motor Mio saat berada tepat di belakang saya.
“Mogok Pa” jawabnya pendek.
“Ayo, coba distut aja” kata saya. Stut yaitu kata umum yang dipakai saat seorang pengendara sepeda motor mendorong sepeda motor lain, menggunakan kaki. Saya menyertakan kata ‘coba’, karena saya sudah beberapa kali nyetut sepeda motor mogok, saat mengendarai Jalitheng Pulsarstrada 220 memang cukup susah. Riding style yang tinggi, membuat kaki saya kerepotan menjejakkan kaki ke sepeda motor yang hendak distut.

Benar saja, saya kerepotan nyetut si mungil Mio. Akhirnya dengan susah payah saya bisa ‘menghardik’ si itik biar laju, meski tertatih.
Beberapa saat kemudian, ada rider lain yang mengawal di belakang kami. Kejadian ini mirip beberapa waktu silam. Saat itu, di jalan yang sama, saya nyetut Honda Cb150R old. Saya kewalahan, beberapa saat kemudian ada rider yang mengawal. Seorang penunggang CB klasik kejadian, akrab disebut CB blar-blar. Karena melihat saya kewalahan, rider cb blar ternyata langsung ikut nyetut dari kiri sepeda motor CB150R dan lebih kencang, saya yang di bagian kanan motor ketinggalan, dan akhirnya memikirkan H jadi pengawal, sampai si CB mogok belok arah Rengasdengklok, saya dan CB blar lanjut lurus.
Semalam, yang ngawak saya pikir rider Byson, setelah saya perhatikan di spion, nampaknya rider Yamaha X-RIDE. Sampai lampu merah persimpangan Rengasdengklok, kami berhenti. Benar juga, X-RIDE menyapa kami. Saat lampu berubah hijau, saya lanjut nyetut sampai persimpangan Karawang Kota – Lingkar Tanjungpura. Si Mio mau ke Kota, sedang saya belok arah menuju Tanjungpura-Syeh Quro, bareng si X-RIDE.
Keneng kaki dan tangan, nasib kaki pendek. Berbeda saat nyetut mengendarai SkyDrive atau Hayate, lebih mudah dan enteng. Nampaknya jok depan Pulsarstrada perlu dipotong dan papas busanya, biar tidak terlalu ‘dingklik deteckted’ alias jinjit balet. (Tri)
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.