Saya dan Kang Parkir dan Sampah


Assalamu’alaikum

Setelah sekian lama abstein, yuk mari kita nulis lagi di blog yang mulai lumutan ini.

Kang parkir, sebutan bagi tukang parkir non resmi yang biasa kita temui di pinggiran jalan, emper pertokoan, khususnya mart-mart itulah. Kadang kita dikagetkan, datang tak nampak, pulang muncul di belakang, kita benci tapi kerap kita perlukan juga.

Kenapa saya menulis ini? Sekedar intermezzo dan juga sedikit pendapat pribadi saja ya, bukan menjudge bahwa saya lebih baik dari mereka.

Parkir adalah salah satu masalah yang bisa disandingkan dengan permasalahan sampah, khususnya di kota besar, Jakarta misalnya. Perbandingan sampah dan parkiran ini mungkin setara. Bisa dibilang, semakin banyak parkir liar (non resmi) berarti kemungkinan sampah yang tidak terurus semakin banyak.

Bila parkiran melanda berbagai pinggiran jalan, emper pertokoan dan tempat lain yang seyogyanya tidak diperuntukkan buat parkir, kemungkinan besar juga, banyak sampah dari aktivitas warganya yang tidak terkelola dengan baik. Bahkan, kemungkinan, warga membuang sampah tidak pada tempatnya, sembarangan. Hingga ke saluran air, drainase mampet, sungai mengalami pendangkalan dan banjir melanda.

Jadi lokasi parkir yang nampak bisa menggambarkan mentalitas warga sekitar. Selama lokasi parkir baik, berarti mental warganya juga baik, termasuk terhindar dari got yang tidak berfungsi.

Jadi, parkir bisa ke sampah, drainase sampai banjir. Kok gitu kang? Sekali lagi, mentalitas, moralitas dan tetek bengek kepribadian yang menempel pada diri kita, tergambar dari cara hidup kita, salah satunya parkir kendaraan. Rapi, malang melintang, asal-asalan dan sebagainya, ya itulah kita.

Pernah suatu waktu, saya pulang nguli, mampir ke makanan cepat saji untuk take away, alias jajan bawa pulang. Kios jajanan ini dekat sekali ke jalan, andaikan saya tidak turun dari sepeda motor, saya masih bisa bertransaksi, karena kondisi sepi. Tapi tentu hal ini tidak wajar dan kurang beretika.

Saya matikan kendaraan, turun dan menuju kasir. Transaksi mungkin kurang dari 2 menit. Saat saya mau naik motor, prit! Kalian tahu suara apa? Ya, suara peluit kang parkir menyapa, dan dengan tidak ikhlas saya relakan selembar 2 ribuan. Receh si, cuma 2 ribu pelit amat, masa ga ikhlas, mungkin ada yang berpikir begitu.

Tapi mari kita lihat dari sisi saya. Untuk menghidupi keluarga, saat itu saya harus bersepeda motor dengan jarak kurang lebih 170kilometer pergi pulang dan memakan waktu kurang lebih 4 sampai 5 jam di jalan. Ini baru waktu tempuh, belum menghitung biaya transportasi, kesehatan badan, menembus kemacetan kota, panas, hujan, karbindioksida dan aneka resiko di jalan. Kecelakaan, hampir tiap tahun saya alami.

Jam kerja? 8 jam sehari belum termasuk loyalitas baik sengaja maupun loyalitas insidental.

Sekarang bandingkan dengan kang parkir, semenit motor saya diam di pinggir jalan, prit, 2 ribu perak mereka dapat, resiko apa yang mereka punya cuma niup peluit.

Ya, rejeki kami memang di sini kang, mungkin dalih mereka begitu. Benar adanya. Hanya saja ini adalah opini pribadi saya ya. Jika ada yang merasa keberatan, ya silahkan saja.

Lantas mengapa mereka memilih jadi kang parkir?

Kalo saya perhatikan, rata-rata kang parkir (non resmi) adalah akamsi alias anak kampung sini alias warga lokal sekitar tempat mereka mangkal. Dari orang yang saya kenal, mengapa mereka lebih suka jadi kang parkir dengan penghasilan yang tidak pasti, karena mereka lebih nyaman tinggal di area sendiri. Pernah nih si orang lokal yang saya kenal kerja ke kota, sekira 15km dari rumahnya, ternyata tidak bertahan lama, dengan aneka alasan yang tidak jelas, dan dia kembali mangkal di halaman xxmart atau di lapang saat ada pasar malam, jadi kang parkir.

Kesimpulan saya, jadi kang parkir (non resmi) itu karena kebiasaan kumpul dekat dengan rekan sejawat (sekampung) yang sama-sama pengangguran, aman, nyaman, bisa sambil ngopi, ngerokok, bercanda, tidak terikat. Mereka enggan memiliki pekerjaan yang menuntut kedisiplinan, enggan terikat, enggan maju, bisa dibilang “nrimo ing pandum dalam kedunguan”. Dan kemungkinan besar, mereka suka buang sampah sembarangan dan yakin tidak paham apa itu iso 14001-2015.(tri)

8 respons untuk ‘Saya dan Kang Parkir dan Sampah

Tinggalkan komentar