Cihampelas Bandung, suatu wilayah yang menjadi salah satu tujuan wisata para turis dari luar daerah, misal Jakarta. Wilayah Cihampelas merupakan pusat perbelanjaan di kota Bandung. Aneka barang dagangan, mulai busana, makanan, jajanan dan tempat nongkrong tersedia.
Hari libur, Kamis 11 Mei 2017, libur nasional. Saya yang ikut meliburkan diri, mengikuti kemauan si bontot, serta si kembar, kakaknya tentu. Mengajak jalan-jalan.
Foto saat pulang, dari gerbang ini, terhampar sawah, jalan ‘goreng’ 3km menuju pantaiBakda Duhur kami berangkat, spontanitas saja, Ciparage atau Tanjung Baru, karena satu arah, jadi nanti saja menentukan. Mana yang ditemui lebih dulu, Karena keduanya belum pernah saya sambangi. Masih menggunakan kendaraan roda empat yang terbagi saling dua. Alias sepeda motor.
Dari rumah di Lemah Duhur (desa kecamatan Tempuran paling selatan, berbatasan dengan Pasir Kamuning, kecamatan Telagasari), kami menyusuri jalan Telagasari – Tempuran di pinggiran irigasi, sekira 9km (kalo dari jalan Syeh Quro sekira 14km), sampai perempatan Tempuran, ambil kanan menuju salah satu pantai yang lebih mudah ditemui. Oh iya, sebagian besar jalan Telagasari – Tempuran merupakan jalan cor beton, hanya di ujung, kurang lebih 2 km jelang Perempatan Tempuran, jalan masih aspal. Belok kanan di Tempuran, jalan sebagian besar aspal, jalan cor beton ada di beberapa titik, mungkin mengganti aspal yang sudah rusak parah, karena masih ada jalan aspal yang ‘super goreng’ alias rusak parah sepanjang 1,5km, kalo tidak salah jarak 1km sebelum plang signed Tanjung Baru. Plang yang terlewat karena kurang fokus, serta jalan yang baru pernah dilewati, berasa jauh, kok ga ada tanda-tanda pantai. Kami nyasar sekira 6km, melewati plang Tanjung baru sampai pertigaan Cilamaya – Cikampek.
Akhirnya kami balik kanan, setelah sekira 6km, akhirnya ketemu plang Pantai Tanjung baru yang tadi terlewat. Jalanan awalnya bagus, mulus, tapi tidak berapa lama berganti berlobang dan berdebu. Setelah agak ragu dibeberapa persimpangan, akhirnya nampak gerbang selamat datang di wisata Pantai Tanjung Paru.
Jalan rusak, persawahan dengan batas mangrove sebelum garis pantaiKumal. Itulah kesan pertama melihat gapura selamat datang tersebut. Kami dikenakan retribusi masuk sebesar 10ribu tiap sepeda motor. Kurang tahu kalo roda empat atau bus.
Melewati gapura, disuguhi areal persawahan, dengan jalan rusak aspal yang lebih layak disebut sebagai jalan tanah, bahkan jalan setapak lebar barangkali. Anak saya beberapa kali protes menanyakan lokasi pantai, karena tidak nampak setelah beberapa ratus meter.
Terang saja, karena jarak dari gapura ke lokasi pantai sekitar 3km lebih, serta jarak persawahan yang sangat dekat dengan pantai, hanya dibatasi pepohonan bakau atau mangrove.
Titik pantai pertama yang kami temui sebelum gerbang area wisata, kotor Sampai pantai benar-benar terlihat, kami sudah tidak Yaqin, apakah ini pantai layak buat berenang. Begitu kotor dengan air yang keruh. Tumpukan kulit kerang menghiasi sepanjang pantai, menyangkut di bawah pepohonan bakau. Bercampur sampah plastik dan barang lainnya. Pantai berlumpur, ekosistem ikan tembakul (foto ikan dari wikipedia)Air laut keruh karena pasir pantai bercampur lumpur. Bahkan sulit disebut pasir, karena lumpur lebih mendominasi. Nampak ikan berkaki penghuni areal bawah mangrove. Di Wikipedia disebut Tembakul adalah jenis ikan dari beberapa marga yang termasuk ke dalam anak suku Oxudercinae. Ikan-ikan ini senang melompat-lompat ke daratan, terutama di daerah berlumpur atau berair dangkal di sekitar hutan bakau ketika air surut. Nama-nama lainnya adalah timpakul, tempakul, gelodok, belodok, belodog atau blodog, atau belacak (bahasa Melayu), gabus laut, lunjat, dan mudskipper (bahasa Inggris) disebut demikian karena kebiasaannya melompat-lompat di lumpur. Makanya sulit difoto, ‘giras’ melompat menggunakan sirip yang lebih mirip kaki. Tidak hanya diatas lumpur, diatas air tembakul juga melompat, lumayan, hiburan pengetahuan buat anak saya. Sepi dan tidak menarikSelanjutnya kami menuju areal rekreasi pantai yang biasa dikunjungi wisatawan, ada gapura yang tidak terawat. Areal berisi rumah makan dan warung yang menyajikan makanan sekedarnya. Sepi, mungkin karena bukan libur panjang. Kabarnya, kalo libur lebaran sangat ramai. Ironi, dengan suasana yang kumal. Main pasir lumpur dan kulit kerangAnak saya minta berenang, nampak beberapa wisatawan sedang bermain air di kejauhan, mengapung menggunakan ban dalam. Betul selain warung, ada juga warga yang menyewakan ban dalam untuk bermain air oantai. Air pantai di sini lebih bersih dibanding tempat si tembakul tadi. Pantainya sangat landai, jadi meski berada jauh dari garis pantai, tapi air sangat dangkal. Cocok buat anak-anak. Ombaknya kecil, ciri khas laut Utara Jawa. Kecuali musim baratan. Saya juga tidak memperoleh informasi, jika laut pasang apakah naik sampai tinggi. Kalo melihat pasang laut di pantai Utara Jakarta, apalagi bertepatan angin barat (baratan), jika hal tersebut terjadi di sini, air laut bisa menggenangi Persawahan, Karen jarak yang pendek dan landai. Antar garis pantai dan sawah berkisar 50meter, bahkan dibeberapa titik kurang dari 50meter. Di warung-warung sekitar pantai juga menyediakan kamar bilas. Sekali bilas untuk satu orang dikenakan biaya 3ribu rupiah. Andaikan dirawat dengan baik, pantai Tanjung baru cukup bagus sebagai daya tarik wisatawan, perpaduan pantai yang 1 landai, hutan mangrove dan persawahan bisa dijangkau dalam jarak yang sangat berdekatan. Apalagi pantai yang sangat landai, cocok buat anak-anak, d balita sekalioun. Permasalahan yang sulit diatasi adalah air pantai yang keruh, karena air laut disini pasti terpengaruh gaya hidup masyarakat sepanjang pantai Utara jawa. Sebagian sampah juga berasal dari sungai-sungai yang bermuara di sekitar Tanjung baru.
Sempat beredar kabar bahwa akan dibangun pelabuhan internasional di pantai Karawang, sebagai pengganti atau persamaan Tanjung Priuk yang semakin padat. Entah benar atau tidak. Kalopun benar, tentu banyak yang harus dikorbankan. Karawang sebagai penyedia bahan pokok beras terbesar akan semakin berkurang areal persawahannya. Karena pasti akan ada pelebaran jalan dan terminal peti kemas. Mudah-mudahan tidak jadi, biar Karawang tetap sebagau lumbung padi nasional.
36 kilimeter dalam 1 jam, mboncengin anak yang bobo, cepet, ga ada macetSetelah anak-anak puas bermain air dan pasir lumpur, mandi bilas, kami pulang. Jarak dari Tanjung Baru ke kediaman kami, menurut Google map adalah 21km, tapi menurut odometer Honda Vario saya, 26km. Cukup dekat. Lain kali ke Ciparage, kayaknya lebih dekat dan kabarnya ada pelelangan ikan di sana.(tri)
Pemandangan Indah Waduk Jatiluhur, perpaduan air dan pegunungan di seberang sana
Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan Jatiluhur adalah bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah, Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis Compagnie française d’entreprise, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3 / tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.
Samsung Galaxy S3 yang saya juluki The Doctor adalah ponsel yang saya dapat dalam keadaan second hand dengan banderol under 1 juta. Samsung S3 ini adalah Gadget ponsel android seperti pada umumnya, tidak tahan air. Apalagi sampai kecebur dalam waktu lama. Nah dalam acara rafting di Citatih tempo hari saya yang tidak sempat memepersiapkan dompet waterproof tidak hilang akal
Paginya kami bersiap cek out, saya sempatkan berendam di Pemandian Air Panas milik hotel sekira 15 menit. Badan terasa segar dan siap melanjutkan jalan-jalan.
Pamitan
Tidak lengkap rasanya, kalo sudah di Subang, apalagi sempat stay di Sariater kalo tidak mampir ke Tangkuban Perahu. Tujuan wisata yang mainstream memang, tapi untuk melengkapi jalan-jalan dan sekedar foto-foto, boleh saja. Ga ada yang melarang 😀
Melanjutkan kisah tour ke Sariater, setelah check in, kami istirahat sejenak. Menyeduh teh dengan sedikit gula. Sekedar menghangatkan badan. Udara Sariater Hotel & Resort yang sejuk, ditambah hujan yang mengguyur, membuat suasana makin dingin.
Saya memang kurang piknik, jadi ga gaul bahasa anak sekarang. Ke tempat wisata ke Jawa Barat saja jarang. Paling sering ke Puncak, Bogor. Cibodas, Cianjur. Kunjungan tidak jauh dari Air Terjun Cilember, curug Cibodas dan Ciberem. Atau sekedar nginep di vila. Itupun gratisan dari kantor 😀 .
Isen Mulang, 2001. Jarum jam dinding menunjuk 07 pagi, kenapa masih gelap? Batinku. Kubuka pintu pondokan sambil memperhatikan cuaca, berkabut? Palangkaraya berkabut? Aneh sekali, tak ada gunung di sini. Saya makin penasaran. Saat saya hirup agak dalam udara pagi itu, saya tersedak, kabut ini serasa mencekik di leher membuat batuk, tidak segar seperti yang kubayangkan layaknya di kampungku di seberang lautan sana.
“ini bukan kabut, ini asap!” teriak rekanku yang sudah lama tinggal di Bumi Borneo ini. Dia tinggal di Barito Selatan. Sayang saya tidak sempat berkunjung ke wilayah tersebut. Saya hanya kuli yang tak mungkin melakukan petualangan. Apalagi untuk menapaki aspal jalanan Kalimantan Tengah mengendarai roda dua. Cukuplah saya mengenal Kalimantan lewat hembusan asap bumi Tambun Bungai ini. Eh tapi beberapa kali saya meminjam sepeda motor bos buat sekedar ke kantor pos atau pasar.
Kerap saya membayangkan memacu sepeda motor menyusuri jalan Trans Kalimantan, seperti jalan Tjilik Riwut dari Bumi Habaring Hurung, Lanjutkan membaca Jelajah Borneo, Menembus Hutan Klakeh
“Teng…..trengteng.,teng..teng…!!”
Tiang jala-jala listrik yang berupa pipa besi berdiameter 8 inci, sekaligus penambat lampu PJU di jalur Kereng Bengkirai, yang menghubungkan Ibukota Kalimantan Tengah dengan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berdentang dipukul seseorang dengan irama yang menandakan kewaspadaan tinggi. Bersahut dari ujung Pelabuhan Kereng hingga mendekati jantung Ibukota Propinsi.
Saya terbangun, karena kaget yang teramat sangat Lanjutkan membaca Denting Tiang PJU dan Awan Merah di Tambun Bungai
Melengkapi Kisah Yogya Kembali, di mana kami mampir ke Candi Prambanan dalam cuaca mendung disusul hujan, maka saya ingin tahu sejarah Candi Prambanan tersebut. Berikut saya copas dari Wikipedia Bahasa Indonesia :
Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna ‘Rumah Siwa’), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan. Lanjutkan membaca Sejarah Prambanan
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.