Gatot, Gathot dan Gothot


“Gatot mangan gathot, gothot pisan”.

image
Gathot

Kalimat diatas adalah dialek Banyumasan yang berarti, “Gatot makan gathot dengan lahap”.
Kata ‘Gatot’ merupakan nama seseorang. Nama Gatot merupakan simbol atau melambangkan, harapan akan seorang lelaki yang gagah, gigih dan pantang menyerah. Nama Gatot sangat jarang saya temui memakai tambahan ‘H’ menjadi ‘Gathot’, terutama dalam dialek Banyumas (Banyumasan). Misal nama ‘Gatot Subroto’. Berbeda dengan penyebutan nama ‘GATUTKACA ATAU GATOTKACA’, di Banyumas penyebutan nama jagoan Pringgondani dalam dunia pewayangan menjadi ‘GATHOTKACA’ atau ‘GATHOTKOCO’ sang dalang menyebut dalam pagelaran wayang kulit.

Selanjutnya kata ‘Gathot’, ada tambahan huruf ‘H’, sehingga ejaan menjadi ‘TH’ layaknya orang bali menyebut ‘PATUNG’ menjadi ‘PATHUNG’.
Lanjutkan membaca Gatot, Gathot dan Gothot

Kopi Wantonan


Cangkir bekas kopi atau cangkir kopi bekas?
Tepatnya kopi sisa, tanpa menyebut cangkir, barangkali begitu.
Perdebatan sepele. Mungkin tanpa hal sepele yang diperdebatkan, hidup kurang berwarna.

Kopi habis.
“Kopi sisa diwantoni saja”, kata seorang teman.
Lanjutkan membaca Kopi Wantonan

Nylekamin dan Nylekamid


Dua kata yang hanya saya kenal di desa kelahiran saya. #banyumasan
Nylekamin adalah ucapan untuk mengungkapkan rasa makanan yang enak. Sedang nylekamid adalah plesetan dari kata nylekamin dan biasanya untuk mengungkapkan makanan yang lebih dari enak, nikmat, bisa karena memang nikmat, bisa juga karena lapar.
Makanan layak, apapun, kalo lapar akan terasa enak. Nylekamin pokoken.(tri) Lanjutkan membaca Nylekamin dan Nylekamid

Nyreweneh


Jorok banget, kumuh dan pastinya menjijikan dalam bahasa #banyumasan padanan kata-kata tersebut adalah nyreweneh.
Nyreweneh digunakan untuk mengungkapakan suatu keadaan yang selayaknya bersih dan rapi. Misal kuku panjang dan hitam. Lanjutkan membaca Nyreweneh

Manja, bukan karena Kolokan


Sikap manja identik dengan anak kecil, balita atau anak umur TK sampai SD. Anak kecil manja karena pada umur tersebut biasanya anak masih kolokan. Tapi banyak juga udah SMA bahkan kuliah masih kolokan. Bahkan pasangan suami isteri juga syah untuk bermanja-manja. Tentu sesuai situasi dan kondisi. Tidak sembarang tempat.
Nah kalo manja tapi bukan karena kolokan dan bukan manusia.
Manja dalam bahasa banyumas adalah Lanjutkan membaca Manja, bukan karena Kolokan

Ngajog, Ngungun dan Getun


3 kata dalam judul di atas, ngajog, ngungun dan  getun memiliki arti yang sama, yaitu menyesal. Hanya berbeda pada penggabungan dalam satu kalimat, meski tidak bersifat paten/mengikat.
Ngajog berarti menyesali apa yang telah dilakukan, tapi tingkat penyesalan rendah. Misal dalam kalimat, “Nyong mau tes nyolong krékél Lanjutkan membaca Ngajog, Ngungun dan Getun

Jawal dan Remaja Masa Kini


Anak-anak remaja dari dulu suka berbuat sekehendaknya. Hanya saja dulu mungkin tidak separah sekarang. Badung, bandel dan membantah, melawan orang tua.
Meski tahu bahwa dia salah dan nasihat orang tua itu baik dan benar, tetapi ego anak muda kerap lebih menguasai, sehingga mengedepankan emosi daripada akal sehat.
Di Banyumas, anak yang suka membantah orang tua disebut jawal. Lanjutkan membaca Jawal dan Remaja Masa Kini

Suluh dan Kisah Klasik bersamanya


Masa kecil, masa yang tidak mungkin terulang. Tinggal kenangan yang terkadang membuat tertawa kala merenunginya. Konyol menggemaskan.
Ada yang pernah main mobil-mobilan pakai kulit jeruk Bali? Kalo masa kecil saya tidak kenal jeruk bali, maka menggunakan kulit/sabut kelapa yang disebut tepes.
Roda pakai sendal bekas yang dipotong bundar. Sendal Daimatu atau swallow. Lanjutkan membaca Suluh dan Kisah Klasik bersamanya

Enyong bukan Inyong


Saya atau aku dalam bahasa #banyumasan adalah enyong. Walaupun kata aku juga berlaku dalam pergaulan sehari-hari tapi jarang dipakai karena kurang membumi, atau dipakai oleh mereka yang mulai bergeser dialeknya akibat pergaulan perantauan.
Enyong bukan inyong. Kadang orang di luar Banyumas akan meledek orang Banyumas dengan kata inyong, Lanjutkan membaca Enyong bukan Inyong

Mejujag dan Penjorangan


Ampun saru kalih tiang sepah nggih!

Ungkapan berupa nasehat dengan bahasa Jawa Krama (kromo), agar sopan terhadap orang tua, termasuk di dalamnya orang yang lebih tua. Siapapun mereka.
Berlaku tidak sopan terhadap orang yang selayaknya dihormati, dalam bahasa #banyumasan disebut mejujag.
Contoh kentut di depan orang tua atau lewat tanpa permisi. Orang yang melihat hal tersebut akan mengatakan “mejujag kowe cah!” Lanjutkan membaca Mejujag dan Penjorangan