Benarkah “Yamaha Semakin Baperan”?


Swing arm Xabre atau M-slaz patah karena menghajar lobang jalanan Pantura.

Setelah beberapa waktu silam ada aksi ‘blocker’ oleh petinggi Yamaha kepada akun-akun blogger otomotif di Facebook. Diiringi cabutnya iklan banner Yamaha di blog otomotif papan atas. Kini beredar kabar semplaknya swing arm Yamaha Xabre yang memaksa petinggi YIMM turun gunung membenahi berita yang berkembang di blogsphere. Khusunya di sosial media Facebook dan blog.

Ini gambar di Thailand (gambar dari Amama)

Blunder. Owner Xabre yang mengalami semplak swing arm, disambagi petinggi YIMM, berlanjut sang owner melakukan klarifikasi berita tersebut. Meminta maaf tertulis bermaterai. Apa ini?

Mungkin harapannya, meredam pemberitaan yang memojokkan produknya, karena dari tulisan berita yang beredar, ada poin penghapusan berita swing arm Xabre patah. Gimana mau menghapus, yang ada makin ramai dan runyam. Karena banyak kejanggalan. Mengapa si owner yang minta maaf atas kecelakaan yang dia alami. Mustinya pemerintah penanggung jawab jalan raya yang tidak mampu merawat jalan agar minim lobang, yang mengakibatkan kendaraan rusak karena menghajar lobang di Indramayu. Pantura memang kejam.

Velg vario (foto: brigade15)

Sebenarnya, kendaraan rusak karena menghajar lobang tidak hanya sekali itu terjadi, banyak pemilik kendaraan, khusunya roda dua yang mengalami, ban bocor, comb steer oblak, velg peang sampai pecah ban. Bahkan rekan pemilk Honda Vario 150 ada yang mengalami pecah velg karena menghajar lobang. 
Semua produk memiliki kelemahan. Apalagi semakin kemari, kwalitas bahan baku produk memang menurun. Menurut sumber yang valid, velg Vario 125 keluaran lama, lebih tebal dan kuat dibanding Honda Vario baru, baik 125 maupun 150. Pun demikian, kawan yang menggunakan Vario 125 lama pernah mengalami velg peang menghajar lobang jalanan antara Cikampek – Bekasi. 

Jadi, jika kerusakan produk terjadi karena jalanan yang buruk, mengapa produsen repot turun gunung untuk ngurusin klarifikasi dari pemilik? Sama saja merendahkan diri dan mengumbar boroknya.

MotoGP 2017, Lorenzo dan Pasar Ducati


MotoGP Losail Qatar 2017. Sesekali bahas motoGP, biar dikira blogger otomotif, siapa  tahu dapat undangan nonton bareng, wayang lakon Petruk Munggah Bale 😂 . 

Ya, motoGP 2017, sebagai ajang balap sepeda motor paling bergengsi di kolong langit ini, seri pertama baru di gelar kemarin di Losail Qatar. Saya tidak menonton langsung, tapi hanya sekilas siaran tunda di saluran tv berbayar. Sekilas, karena tidak disiarkan fullrace sama fox sport.

Saya sebenarnya penasaran sama kemampuan Jorge Lorenzo menundukkan kebinalan mesin bigbang Desmodromicnya Ducati. Si merah dari Italia itu. Maklum, sang Maestro (bagi yang mengganggapnya begitu) The Doctor Valentino Rossi juga memble, tidak semoncer saat menyemplak mesin Jepang. 

Bagaiman dengan Maverick Vinales yang baru saja pindah ke Yamaha Factory? Biasa saja. Karena sepeda motor Jepang, M1 pula. Sepeda motor yang memang siap saji, dan familiar dengan semua pembalap. 

Atau Zarco dengan Yamaha satelit? Masih mesin Jepang. Dan ternyata rocky of The year ini akhirnya nyungsep, crash.

Entah, saya lebih penasaran dengan kemampuan Lorenzo bersama Ducati, meski seri pertama bukanlah penentu, tapi hasil di seri ini bisa menjadi gambaran kemampuan Lorenzo pada akhirnya, layaknya VR46 dulu. Saya termasuk yang menyayangkan ‘kesembronoan’ Ducati mengontrak Lorenzo, dengan nilai yang fantastis. Paling mahal diantara pembalap lainnya. Apalagi, ajang balap MotoGP tidak sekedar pemenangan di podium, tapi merupakan ladang pabrikan meraih simpati penonton sebagai calon konsumen.

Memang MotoGP sebagai persaingan Sepeda motor prototip, lebih menarik perhatian daripada balap World Superbike (WSBK) yang merupakan balap produk masal. Menarik perhatian pemerhati balap roda dua pada umumnya. Dan tujuan ‘korban’ magnet motoGP bukan hanya menyasar penggemar motor cc besar, tapi seluruh kelas kubikasi mesin. Termasuk motor kelas wekwek dan itik mungil.

Kembali ke Lorenzo dan Ducati. Tentu bukan tanpa pertimbangan, Ducati mengusung Lorenzo sebagai tandem Dovisiozo yang belum mampu bicara banyak dalam mengangkat nama Ducati layaknya Nicki Heiden ataupun Casey Stoner. Heiden sebagai brand ambasador ‘Flamboyan’ yang mampu menaikkan pamor produk Ducati. Heiden yang kerap didatangkan oleh Ducati ke negara-negara yang diincar pasarnya sebagai duta Ducati, termasuk Indonesia. Sedang Casey adalah maestro, bagaikan sang komodor menundukkan banteng ngamuk dan mendudukkan Ducati sebagai sang nomor Wahid di balap bergengsi tersebut. Dan era kedigdayaan Stoner di Ducati, pangsa pasar Ducati, termasuk di tanah air, nampak naik signifikan. Indikasinya, bermunculan dealer sepeda motor prestise tersebut di beberapa kota besar Indonesia. Mulai dari Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Makasar dan beberapa kota lainnya.

Dalam situs resminya, Garansindo yang berdiri pada 2001 ini bergerak di sektor otomotif. Di kalangan pelaku industri otomotif, perusahaan ini dikenal sebagai importir dan agen pemegang merek (APM) mobil dan motor kelas atas asal Eropa dan Amerika Serikat. Beberapa di antaranya, yaitu Fiat, Alfa Romeo, Chrysler, Jeep, dan Dodge. Selain itu, kendaraan roda dua Ducati, Italjet, dan Peugeot Scooters. (Sumber: Bank Permata Terbebani Kredit Macet Garansindo Rp 1,2 Triliun)

Tapi saat Casey pindah ke Honda dan Rossi ke Ducati, seiring ambruknya prestasi podium Ducati di MotoGP, kelihatan market share Ducati menurun, sehingga ada marketingnya yang masif promosi di blogsphere roda dua beralih ke produk lain. Dan memilih memajang gambar sayap sebelah hingga kini, meskipun itu gambar bebek dan itik, karena sayap sebelah belum punya entok yang layak dipajang gambarnya sebagai penarik minat konsumen. Maklum, satu-satunya entok dianggap overprice.

Back to topik. Kegagalan VR46 yang digadang menaikan magnet Ducati terhadap penikmat roda dua kelas atas, diharapkan bisa diobati dengan hadirnya Lorenzo pada tahun ini. Apalagi diketahui, di Yamaha, duo pembalap itu juga bersaing meski satu tim pabrikan. Maka akan semakin menarik jika keduanya dipisahkan oleh tim pabrikan yang berbeda. Dan Ducati mengambil resiko ini, karena karakter balap Lorenzo yang mungkin dianggap sedikit mirip Stoner dan akan mampu lebih sering memposisikan Ducati di podium atau gaya ‘selebrasi gaul’nya mampu menggantikan Heiden sebagai brand ambasador.

Lorenzo finish urutan 11 pada MotoGP Losail, Qatar. Mengecewakan. Sekali lagi ini permulaan, jadi bukan tidak mungkin pada seri-seri berikutnya, prestasi Lorenzo membaik. Meski lebih buruk dibanding Valentino Rossi. VR46 waktu seri pertama Qatar, bersama Ducati finish urutan 7 dan tidak memberikan perubahan prestasi yang berarti sampai akhir musim, belum tentu nasib serupa menimpa Lorenzo. Kalo akhirnya tidak ada peningkatan prestasi, Ducati harus menelan pil pahit dan mungkin dealer-dealer di Indonesia akan pindah ke India mengikuti Bajaj Auto. Lho kok ke India? Balik kampung ke Italia maksudnya.

Tapi Ducati tetaplah Ducati, namanya tetap harum meski minim prestasi. Dan penggemar militan masih banyak, meski mereka hanya penggemar, tidak beli.😂 Oh iya maaf, ini hanya tulisan ngawur dari blogger yang pengin diakui jadi blogger otomotif 😁

Pasang Bracket Box Monorack di Suzuki Hayate


Memasang bracket box di Suzuki Hayate. 

Awalnya fitting saya las biar mudah dibengkokan, mengikuti lekuk menyesuaikan lobang baut rear hugger Hayate

Sebenarnya niatan untuk memasang bracket box di Hayate sudah lama. Awalnya ingin memasang HR4 kaya di Pulsarstrada 220, tapi urung, karena bagasi Hayate masih mampu mengadopsi barang bawaan. Sampai akhirnya isteri ngeluh untuk membawa tas sekolah si kembar cukup repot. Ya, Hayate memang diperuntukkan mobilitas isteri buat antar jemput sekolah. Dek Suzuki Hayate memang sempit dibanding Honda Vario 125fi, apalagi kalo si Bontot ikut antar jemput sekolah, riweh deh.

Nah kebetulan ada bracket box bekas pasang di SkyDrive yang nganggur, sama pemilik barunya tidak dipakai. Akhirnya bracket model monorack ini coba dipermak agar bisa dipasang di Hayate. Karena bentuk rear hugger Hayate dan Skydive memang beda banget, kalo SkyDrive, lobang baut kanan dan kiri rear hugger rata dengan bibir body, sedang pada Hayate, lobang bautnya lebih ke dalam, mirip pada Vario 125, sayangnya, Hayate cuma punya 2 lobang baut, kanan dan kiri, sedang Vario ada 3 lobang, sehingga lebih kuat.

Hasil akal-akalan seadanya, terpasang Kappa K-42

Akhirnya plat fitting monorack Skydrive yang lurus, saya potong dan dibengkokkan semampunya. Karena memakai alat seadanya, lekukan fitting ini tidak siku, sehingga fitting tidak ‘napak’ pada rangka pinggir lobang baut rear hugger.
Karena cuma 2 lobang kanan kiri, rasanya kurang kuat, akhirnya saya tambah besi dengan fitting sebgai penyangga, penopang bracket bagian belakang yang mengambil baut plat nomor belakang sebagai pengikat fitting.

Tadinya untuk sementara saja dan berniat memindahkan bracket HR4 Pulsar yang mangkrak, khawatir spakbor belakang copot menahan beban, tapi karena malas dan ternyata sampai saat ini bracket monorack akal-akalan itu masih kuat, jadi saya biarkan saja. Entah sampai kapan.

___________________

Posted from Mi Prime Cungkuwo

Waspada Jika Mencuci Kendaraan Bareng Balita


Mencuci kendaraan pribadi, bagi sebagian pemilik, lebih mengasyikkan daripada mencuci di tempat cuci kendaraan berbayar. Selain hemat, juga bisa sekalian meneliti bagian-bagian kendaraan yang sekiranya perlu perbaikan. Misal ada baut atau mur yang kendor. Lebih menjiwai dan memahami kendaraan kita sendiri. 

Ini saat si Bontot mencuci si Hayate, celananya dicopot buat lap

Saya termasuk yang lebih suka mencuci kendaraan pribadi secara mandiri, lagian cuma sepeda motor, ringan saja. Bahkan perbaikan kerusakan juga saya usahakan mandiri, lebih mantap. 
Kemarin sore, saya mencuci Vario 125fi 2013 si Pasir Putih. Nah, hampir tiap mencuci sepeda motor, si bontot tidak mau ketinggalan, ikut ngrecokin basah-basahan. Bahkan celananya dicopot buat pengganti lap, digunakan mencuci sepeda motor. Pernah satu malam saya nyuci sendirian, ternyata si bontot menyusul dan ikut memeriahkan. Umur bontot 3,4 tahun. Masih balita dan sedang aktif, ingin tahu segala hal. Juga suka ‘pethakilan’ tanpa menimbang resiko, istilah Banyumasan, ‘nlithis‘.

Saat sedang asik menggosok bagian-bagian dari si Vario, terdengar bunyi “blubuk-blubuk”, begitu saya tengok, ternyata si bontot memasukan nozle selang air ke lobang knalpot, sampai penuh air. Setahu saya, tiap knalpot memilik lobang kecil sebagai pembuangan air, jadi ulah si bontot cuma saya tegor dan selangpun dia cabut. Saya yakin air akan keluar lewat lobang pembuangan knalpot. Sampai selesai saya tidak mengecek air dalam knalpot, sepeda motor juga tidak saya test nyala mesin, padahal biasanya selesai mencuci pasti mesin kendaraan saya hidupkan. Kali ini cuma saya tiriskan dan masukan ke dalam rumah.

Tadi pagi, jelang mengantar sekolah si kembar sekalian berangkat kerja, saya keluarkan si Pasir Putih sambil hidupkan, starter Electric pencet, cuma bunyi glegek, mesin tidak mau hidup. Lalu saya standard tengah sambil terus hidupkan elektrik starter sambil putar grip gas, untuk kesekian kalinya, mesin tidak menyala. Saat saya paksa dengan starter dan menahan gas, keluarlah air dari lobang knalpot, menyembur. Tapi mesin belum mau hidup juga. 

Saya dibantu Bapa coba mengangkat roda depan agar sisa air keluar semua, ternyata berat. Akhirnya, bantuan dateng, sopir truk. Saya berdua mengangkat ban depan dengan memegang tabung shock dan setang di kanan kiri, Bapa saya menahan motor agar tidak bergeser. Angkat setinggi mungkin, dan air kembali menggerojok dari lobang knalpot, sampai dirasa habis.

Selanjutnya saya coba starter, jreng, mesin menyala. Alhamdulillah. Hidupkan terus sampai siap berangkat menuju sekolah. Haduh, ulah si bontot, tapi jadi tahu, jangan sesekali memaksakan Vario menerabas genangan yang dalam dan air bisa masuk lobang knalpot, karena minim lobang pembuangan air.

Oh iya, selain waspada ulah balita saat mencuci kendaraan, seperti anak saya si bontot itu, waspadai juga, anak yang aktif, kadang tanpa sepengetahuan dia naik ke jok, dan hampir kepleset jatuh, untung saja tangannya cekatan, memang, selain ‘nlithis’, si bontot juga cukup sigap dalam berulah.
———————

Posted from Mi Prime Cungkuwo

Mengatasi Akselerasi Mesin Vario 125fi Tersendat


Mesin Vario 125 tersendat saat akselerasi. Mungkin ini penyakit umum pada kendaraan, jika penyebabnya sama, yaitu filter udara.

Betul, pertama mengendarai Vario 125fi 2013, si Pasir Putih (setelah jadi milik saya), sempat beberapa kali mati di sepanjang perjalanan Karawang menuju ibukota. Akselerasi juga kerap tersendat. Saya yang masih awam akan mesin skutik, masih menebak penyebabnya.

Mengganti filter udara dan oli vario 125

Sampai tempat kerja, saya cek filter udara, ternyata sudah bolong, rusak dan kotor banget. Kemungkinan inilah penyebab tersendatnya akselerasi Pasir Putih. Karena asupan udara sebagai pencampur pengkabutan bbm tidak maksimal. Sementara saya copot filter tersebut, baru keesokannya saya ganti, sekalian ganti oli, menggunakan oli Honda MPX untuk matik, 800ml. 

Ganti disk pad vario

Oli MPX untuk Vario 125fi, 800ml, saya dapat harga 40ribu, filter udara juga 40ribu. Saya juga mengganti kampas rem depan (disk pad) menggunakan original Honda, harganya 50ribu.
Apalagi yang akan saya perbaiki dari Vario 125fi second, si Pasir Putih? Tunggu kisah murahan selanjutnya.
—————-

Posted from Mi Prime Cungkuwo

Pasang Bohlam LED di Vario125 dan Perbaikan Jaringan Kelistrikan


Honda Vario 125 lansiran 2013, si Pasir Putih, seperti yang saya ceritakan sebelumnya, sepeda motor Second tentu perlu pengecekan dan perawatan. Meski, Vario saya bekas orang dekat. Tapi jarang dipergunakan jarak jauh, apalagi keluar malam. 

Bohlam led buat vario 125 wtf berumur pendek

Pertama, cek lampu utama, ternya dua bohlamnya sudah mati, gosong. Saya penasaran dengan Bohlam model LED, kebetulan kawan saya sudah ada yang mengaplikasi, katanya sinarnya cukup terang. Tapi dia memakai yang satu titik jarak dekat dan 1 titik untuk jarak jauh, sedang saya dapatnya, bohlam LED dengan mata LED 6 titik (masing-masing 3 titik untuk jarak dekat dan jauh), dengan harga 50ribu per buah, sedang kawan saya beli dengan harga 80 ribu per buah.

Penggantian sakelar lampu jauh-dekat

Saat saya pasang dan test, ternyata nyalanya kebalik, sakelar jauh untuk nyala dekat dan saklear dekat untuk nyala jauh. Oh iya, sakelar lampu jauh dekat juga saya ganti, karena sudah rusak, kemungkinan meleleh. Harga sakelar lampu Honda Vario 125, original Astra saya dapat seharga 30 ribu. Nyala jauh, pada bohlam LED ini ternyata tidak mematikan nyala dekat. Jadi saat led lampu jauh ON, LED untuk lampu dekat juga menyala. Bohlam LED, 1 buah berumur pendek, akhirnya saya beralih ke bohlam original Honda Vario, seharga 30ribu per buah.

Saya juga mengganti lampu senja (DRL depan) dengan LED colok warna biru, harganya 10 ribu sepasang (isi 2). 

Lampu belakang buat rumah tikus

Lampu belakang juga saya cek, ternyata bekas rumah tikus, kabel pada putus. Bohlam DRL belang juga saya ganti LED colok, juga lampu rem. Dengan harapan lebih awet, maklum, generasi Vario, mulai dari Vario 125 fi, lampu belakang mudah mati, bahkan Vario 150 terbaru juga kerap saya temui dengan lampu belakang yang mati, baik DRL maupun stoplampnya. 

Oh iya, jangan sesekali mengganti bohlam lampu utama dengan bohlam berdaya tinggi, dengan maksud mendapatkan sinar yang lebih terang, bohlam yang saya maksud adalah, bohlam pijar jenis halogen, dengan kaca bohlam warna biru. Memang hasil sinar jauh lebih terang, tapi panas yang dihasilkan juga di atas rata-rata. Sehingga mengakibatkan fitting lampu meleleh dan rusak.

Masih ada beberapa perbaikan lain pada Pasir Putih Vario 125fi 2013. Lain kali dikisahkan.
—————-

Posted from Mi Prime Cungkuwo

Aspira Premio Terreno dan Buah Naga Ngglundung


Lanjut membahas si Pasir Putih, Honda Vario 125fi lansiran 2013. 

Namanya barang Second tentu ada kekurangannya, demikian juga Vario saya ini. Terutama pada sektor kaki-kaki. Secara kasat mata, karet ban roda memang sudah nampak kurang layak, terutama ban depan. 
Ban yang diadopsi adalah Federal Ft-235 ukuran 80/90 untuk depan dan Mizzle M-46 ukuran 100/80 untuk belakang. Federal masih memiliki motif cukup tebal, tapi permukaan ban bergelombang, nampaknya hal ini yang membuat handling Vario si Pasir Putih jadi agak ‘nggeleleng’, istilahnya spelleng. Grip ban sudah tidak ‘nggigit’. Sedang ban Mizzle M66 awalnya tidak ada yang aneh, tapi kemarin saat isi BBM di POM bensin, saya cek pressure angin ban, ternyata ada beberapa bagian permukaan ban yang empuk. Seolah lapisan karet terluar coplok mirip ban vulkanisiran, meski secara kasat mata masih nempel. Dari kondisi kedua ban tersebut, saya berniat mengganti ban Pasir Putih saat pulang kerja. 

Pulang kerja sebelum Magrib, saya sempet beli 2 buah pepaya dan 3 buah Naga Merah. Keduanya pada plastik yang berbeda, dan saya sangkutin di cantolan dek. Maklum, saya sudah tidak memakai box, karena Kappa K-42 sekarang nemplok di Hayate, buat membawa tas sekolah anak, karena isteri kerepotan jika antar jemput sekolah si kembar dan tas ditaruh di dek. Dek Hayate lebih Sempit dari Vario.

Selepas stasiun Bekasi, melewati jembatan, azan Magrib berkumandang, saya belok kiri, jalan yang bersebrangan dengan Lottemart. Menyeberang rel kereta sampai sebelum pertigaan ada masjid cukup besar dan ramai di kiri jalan. Banyak kaum urban yang mampir menunaikan panggilan Ilahi. Sepertinya ada peserta aksi bela Islam 112 yang pulang dari Istiqlal dan mampir di mari, masjid ini, sudah beberapa kali saya sambangi, dan bagi saya, cukup ‘nyunnah’.

Saat parkir motor, saya baca pengumuman yang nempel di tembok luar masjid, peringatan akan bahaya pencurian kendaraan. Karenanya, saya memindahkan buah pepaya dan naga ke gantungan helm bawah jok, paling tidak, kali ada tangan jahil yang mau usil, harus repot dikit dengan menyobek kantong pkastik, pikir saya. 

Ban semi enduro Michelin M46 dan Aspira Premio Terreno

Selepas shalat saya mampir ke toko yang jual box motor tidak jauh dari masjid ini, arah Utara melewati pertigaan. Tempat saya beli bracket box SkyDrive dan juga Vario. Ternyata, toko sudah tutup, akhirnya saya balik kanan melanjutkan perjalanan. Melewati terminal Bekasi, perempatan Bulak Kapal yang ‘always crodit’, dan tidak jauh dari situ saya mampir Planet Ban. Toko, frencais, penjual ban terkemuka dengan banyak cabang di mana-mana. 
Awalnya saya berniat menyematkan Michelin seperti yang dulu saya pasang di Skydrive, yaitu Michelin M46 bermotif persegi layaknya ban Semi Enduro (SE) atau dual purpose, untuk ban belakang dan Michelin Pilot Street untuk depan. Ternyata total harga, include pentil tubeless dan cairan anti bocor, mendekati angka 800 ribu. Wah, bisa bocor dompet, pikir saya. 

Pasang ban baru dan isi cairan anti bocor

Tidak sengaja saya melihat ban bermotif SE merk lain di sebelah si M-46. Ban tersebut adalah Aspira Premio tipe Terreno. Saya lihat cukup keren, layaknya Pirelli Scorpion versi generik. Setelah minta dihitung total harga, termasuk pentil tubeless dan cairan anti bocor, didapat harga 582ribu. Okelah, deal dan pasang. Selesai, bayar, dan saya melanjutkan perjalanan pulang, Karawang masih 50km lagi. 
Lalu lintas malam Minggu cukup ramai. Di jalan Lemah Abang – Tanjungpura, saya beriringan dengan rider V-Ixion dan MX-KING. Keduanya cukup bersemangat menggeber kendaraannya, layaknya bersaing kecepatan sesama mesin 150cc, meski beda kasta. Saya jadi ikut bersemangat, apalagi, tidak berapa lama, kami disalip 2 V-Ixion (nampaknya anak club) dan 1 CB-150r, jadilah kami berkonvoi. Apalagi sebagian kendaraan mengaplikasi knalpot free flow, perjalanan malam tersebut jadi seru dan mengasyikan, kami layaknya 1 komunitas, beriringan. 

Vario nampak lebih gambot dan lebih tinggi

Saya ikut meliuk, menggeber throtle gas Pasir Putih, sekalian test performa si Aspira Premio Terreno yang baru dipasang, pikir saya. Dan memang, dibanding ban sebelum diganti, handlingnya terasa beda, lebih mantap dan stabil. Grip ban Aspira Premio Terreno menapak sempurna. Mungkin karena baru, entah nanti kalo sudah sebulan, Insyaallah akan saya review kembali.
Sampai pertigaan Tanjungpura, mereka lurus ke arah kota, saya belok kiri ke Jalan Lingkar Tanjungpura, atau biasa disebut jalan Baru Karawang. Selanjutnya belok kiri di Lamaran, menapaki Syeh Quro. Berhenti sejenak di Plawad, mampir beli jajan di warung pinggir jalan. Selesai transaksi, hujan turun deras mengguyur Karawang. Segera saya buka jok, untuk ambil jas hujan di bagasi. 

Dan saya baru sadar, ternyata, kantong plastik tinggal 1 yang berisi pepaya 2 buah, sementara 1 kantong lagi yang berisi 3 buah Naga merah, kabur entah kemana. Padahal si Naga harganya 2 kali lipat Pepaya, duh. Kemungkinan gantungan palastiknya putus saat ngebut tadi. Meski keduanya saya apit di dek antara kedua kaki, tapi saya yang memakai AP bot mungkin tidak berasa ditabrak Naga merah yang ‘Ngglundung’. Atau bisa jadi saat kaki saya turun, kode bagi pengendara belakang, bahwa ada lobang di jalan saat riding beriringan tadi. Semoga tidak menimbulkan keplesetnya kendaraan lain, mudah-mudahan si Naga utuh dan ada yang menemukan serta menikmatinya, saya ikhlaskan saja. Pikiran ini menggelayut, sambil mengatasi pandangan mata yang terbatas oleh hujan deras yang mengguyur. Alhamdulillah sampai rumah dengan selamat.
—————–

Posted from Mi Prime Cungkuwo

1 Bulan Bareng Honda Vario 125fi 2013, si Pasir Putih


Honda Vario. Sudah beberapa generasi produk Astra Honda Motor yang satu ini. Awal kemunculan Vario dari AHM, berperan sebagai penyeimbang produk skuter matik Mio dari Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM, kala itu masih YMKI) yang melenggang dan menjadi primadona. Yah, Vario bisa dianggap pengekor yang akhirnya terus berkembang dan sukses juga mengimbangi pasar Mio.

Honda Vario 125. Setelah sekian tahun cuma menonton berseliweran di jalan, akhirnya saya kepincut juga untuk memelihara produk mainstream ini. Masih menganut Homosek Kapak Merah alias Hobi Motor Second Kantong Cepak Maunya yang Murah ala Pak Dosen penunggu gunung Ciremai, saya meminang Vario 125 lansiran 2013 warna putih. Bisa disebut meminta, karena pemilik sebelumnya adalah orang tua sendiri (mertua), dengan rayuan (lebih tepatnya memelas) dan sedikit kuras tabungan, akhirnya luluh juga, dan mengikhlaskan tunggangannya untuk saya pelihara, menggantikan Jalitheng Pulsarstrada 220 yang hibernasi karena masalah pengereman. Vario ini saya beri nama Pasir Putih.
Saya mulai mengendarai si Pasir Putih, Vario Second ini sejak akhir Desember 2016, tepatnya sejak tanggal 28 Desember 2016. Berarti sudah sebulan lebih. Oh iya, tadinya mau saya kasih nama Bawang Putih atau Kleting Putih, tapi saya pikir terlalu keren untuk produk mainstream. 

Nama Pasir Putih saya ambil, karena jumlah Vario yang banyak di jalan, sulit dihitung, layaknya pasir yang berceceran di mana saja. Yah, pasir, dimana pun tempat bisa ditemuin, di sungai, di laut, di gunung bahkan di dalam kamar karena kadang nempel di telapak kaki kita dan rontok di dalam rumah. Saat mengendarai Pulsar, menyalip Vario seolah tidak ada habisnya, kesalip satu, depan ada lagi, disalip lagi, ada lagi, terus begitu. Layaknya lomba lari kancil dan siput, yang menang siput, karena jumlahnya banyak, estavet. Bahkan tadinya nama Siput Putih ingin saya sematkan buat si Vario Second ini, tapi kayaknya kurang cocok, karena Vario 125 fi gen pertama ini, larinya cukup kencang dan gesit.
Pasir Putih. Sedang kata Putih, karena warna Vario saya yang putih.

Oh iya, selama sebulan sudah kemana aja si Pasir Putih? Tentu antar saya pergi pulang kerja, juga sekali Sunday Riding ke waduk Jatiluhur. Perawatan apa saja yang sudah dilakukan pada Vario Pasir putih? Lumayan banyak, lain kali diceritakan. Tulisan ini sebagai pembuka saja, biar blog tidak kosong sekaligus merangsang jempol saya untuk kembali mengetik menggunakan ponsel. Yup masih mengandalkan wordpress from android.
————–

Posted from Mi Prime Cungkuwo

Bajaj ‘Jalitheng’ Pulsar 220 Hibernasi


Sudah 2 Minggu, Pulsarstrada 220 teronggok di tanpa daya di teras rumah. Hibernasi, tidur, bukan mati. 

Mojok, minggir dulu

Hal ini berawal habisnya kampas rem depan yang tidak terdeteksi, hingga menggerogoti piringan atau disk rem depan, alhasil piringan menjadi tipis dan mudah mleot. Saya lupa mengganti diskpad atau kampas rem depan yang menjadi andalan pengereman Jalitheng.

Shick depan kanan dan shock belakang kiri, seal jebol. Piringan rem depan tipis dan kaliper rem belakang rusak

Memang, sudah 2 bulan lebih, Jalitheng hanya memiliki pengereman depan saja, rem belakang rusak, piston kaliper macet, tidak mau balik dan menjepit piringan rem. Sudah berulangkali diupayakan perbaikan, tapi belum berhasil, sehingga rem belakang saya nonaktifkan sekalian.

Ini adalah kaliper rem belakang setelah piston dikeluarkan menggunakan tiupan angin kompresor

Karena pengereman hanya mengandalkan depan, sehingga boros kampas rem. Biasanya saya rajin mengecek dan mengganti dengan yang baru. Nah terakhir kali penggantian, saya pikir belum genap 2 Minggu, jadi saya masih cukup yaqin dengan kampas rem tersebut, ternyata dugaan saya keliru, muncul bunyi mencurigakan akibat piringan tergerus besi. Ternyata piringan sudah aus dan berubah mirip plat tipis, ngeri kalo masih dipakai.

Pinjem motor ibunya anak-anak

Saya coba cari piringan pengganti, velg modifikasi OLD V-IXION, piringan lebar diameter 30 cm, ternyata cukup sulit didapat, perbaikan rem belakang juga belum berhasil, akhirnya saya putuskan nyemplak Hayate untuk sementara sampai Jalitheng punya rem kembali.

Kerusakan lain dari Jalitheng Pulsar 220 saya adalah, jebolnya seal shock belakang yang kiri, dan seal shock depan yang kanan. Lengkap sudah. Okelah, biarlah bobo cantik dulu si Pulsar, sampai batas waktu yang tidak saya tentukan. 😂
—————–

Posted anda published from mi Prime Cungkuwo

​Kisah Kaki Pendek


Tadi malam pulang nguli, sengaja pulang malam, karena Jakarta hujan di sore hari.

Sesampai Lemah Abang menjumpai club CB150R yang konvoi, mungkin touring. Saya lewati mereka sambil klakson dan Acung jempol, cukup susah, karena ridingnya tidak berurutan, sampai rider terdepan saya salip.

Tidak seberapa lama (mendekati Pebayuran) saya melewati anak muda yang sedang menuntun Yamaha Mio. Reflex saya pinggirkan sepeda motor dan berhenti. Menunggu si Mio mendekat, rombongan CB 150 R melaju meninggalkan suara gemuruh. 

“Kenapa Mas?” Tanya saya kepada si Mas Mio, maksudnya anak muda yang menuntun motor Mio saat berada tepat di belakang saya.

“Mogok Pa” jawabnya pendek.

“Ayo, coba distut aja” kata saya. Stut yaitu kata umum yang dipakai saat seorang pengendara sepeda motor mendorong sepeda motor lain, menggunakan kaki. Saya menyertakan kata ‘coba’, karena saya sudah beberapa kali nyetut sepeda motor mogok, saat mengendarai Jalitheng Pulsarstrada 220 memang cukup susah. Riding style yang tinggi, membuat kaki saya kerepotan menjejakkan kaki ke sepeda motor yang hendak distut. 

Benar saja, saya kerepotan nyetut si mungil Mio. Akhirnya dengan susah payah saya bisa ‘menghardik’ si itik biar laju, meski tertatih. 

Beberapa saat kemudian, ada rider lain yang mengawal di belakang kami. Kejadian ini mirip beberapa waktu silam. Saat itu, di jalan yang sama, saya nyetut Honda Cb150R old. Saya kewalahan, beberapa saat kemudian ada rider yang mengawal. Seorang penunggang CB klasik kejadian, akrab disebut CB blar-blar. Karena melihat saya kewalahan, rider cb blar ternyata langsung ikut nyetut dari kiri sepeda motor CB150R dan lebih kencang, saya yang di bagian kanan motor ketinggalan, dan akhirnya memikirkan H jadi pengawal, sampai si CB mogok belok arah Rengasdengklok, saya dan CB blar lanjut lurus.

Semalam, yang ngawak saya pikir rider Byson, setelah saya perhatikan di spion, nampaknya rider Yamaha X-RIDE. Sampai lampu merah persimpangan Rengasdengklok, kami berhenti. Benar juga, X-RIDE menyapa kami. Saat lampu berubah hijau, saya lanjut nyetut sampai persimpangan Karawang Kota – Lingkar Tanjungpura. Si Mio mau ke Kota, sedang saya belok arah menuju Tanjungpura-Syeh Quro, bareng si X-RIDE.

Keneng kaki dan tangan, nasib kaki pendek. Berbeda saat nyetut mengendarai SkyDrive atau Hayate, lebih mudah dan enteng. Nampaknya jok depan Pulsarstrada perlu dipotong dan papas busanya, biar tidak terlalu ‘dingklik deteckted’ alias jinjit balet. (Tri)