Daplun


“DAPLUUUUNNN!!”

Teriaku sebagai umpatan saat sekonyong-konyong sepeda motor yang tadi masih diam di pinggir jalan, nyelonong memotong laju sepeda motor yang sedang kukendarai. Beruntung saya berhasil menghindar dan tidak terjadi crash.

Beberapa waktu lalu, tidak jauh dari tempat tersebut, saya juga sempat mengalami hal serupa, saya berhasil menghindar tapi mengalami kecelakaan tunggal. Saat itu ban roda depan sepeda motor matic 125cc yang saya kendarai memang masih mengadopsi ban bawaan pabrik, banyak yang bilang licin, dan terbukti, sudah 4 kali saya mengalami crash akibat ban depan yang kurang baik menempel jalan saat dilakukan pengereman, apalagi sambil berkelit atau berbelok mendadak.Saat ini ban depan sudah mengadopsi FDR MP-76 dan Alhamdulilah cukup mumpuni dalam menapaki jalanan.

Gambar di atas adalah dengkul saya dengan jas hujan yang robek akibat crash, beruntung saya mengenakan knee protecktor yang masih mampu mengamankan dengkul dari sengatan aspal saat saya rebah di atasnya. Protecktor ini sudah 10 tahun menemani lho.

Kembali ke umpatan daplun, entah sejak kapan saya memkaia kata itu untuk meluapkan perasaan kaget dan kesal atau marah saat sedang berkendara di jalan. Kata Daplun saya adopsi dari ingatan akan sebuah iklan produk di radio masa saya kecil. Saya lupa iklan apa waktu itu, tapi bagi saya, kata daplun seolah menggambarkan ungkapan kekesalan saya dan saya rasa orang yang mendengarnya tidak akan terlalu marah dengan umpatan tersebut.

Lain hal jika saya mengumpat dengan kata “PEDÉT” yang berarti anak sapi. Secara tidak langsung saya menganggap bahwa oraang tua dari orang yang saya umpat adalah sapi, yang juga berati kakek neneknya juga sapi, terus sampai orang pertama di muka bumi ini. karena semua manusia adalah keturunan Nabi Adam, berarti secara tidak langsung saya mengatakan Adam sebagai sapi, dan turun temurun anaknya adalah pedét yang menurunkan pedét, hingga saya pun pedét yang dewasa menjadi sapi, isteri saya adalah sapi betina dan anak anak saya adalah pedét yang lucu. Jadi panjang urusannya, makanya saya tidak akan lagi mengumpat dengan mencatut salah satu nama hewan, karena efeknya sungguh berantai dan fatal.

Tapi sebisa mungkin jangan mengumpat tentu saja. Karena mengumpat memang hal yang tercela. “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” (QS. Al Humazah: 1) begitu nasehat Alquran kepada kita.

Kembali kepada kata Daplun, karena saya tidak menemukan referensi yang tepat darimana asal kata daplun tersebut, saya menyimpulkan bahwa daplun muncul sebagai wujud lelucon di ranah Banymas atau dialek ngapak banyumasan. Sebuah kata ungkapan semata, seperti kata “DABLONGAN” yang berarti sembarangan/ngawur tapi lebih kepada bercanda. nah dari kata dablongan mungkin saya bisa mengambil wujud dablong sebagia tokoh yang mewakili kelucuan yang ngawur atau semacamnya.

lantas bagaiman kalo ternyata Daplun dan Dablong ini adalah wujud sesorang di masa lalu banyumas yang mendarah daging turun temurun, tetapi karena lamanya, hingga wujudnya luntur dari ingatan berubah menjadi sifat. Mungkin saja. Bisa jadi, di masa lalu Daplun dan Dablong adalah sepasang pendekar tangguh yang merajai satu wilayah kecil di Banyumas, atau sepasang penghibur yang kerap tampil di acara-acara desa atau acara hajatan penduduk. Sepert Peang Penjol, Togog Sarawita, punokawan dan semacamnya.

Apakah mungkin di masa lalu Daplun dan Dablong adalah sepasang bromocorah? Mungkin juga, seolah selaras dengan ungkapan “ko aja dablongan kaya daplun” yang berati dilarang ngawur seperti daplun tapi cenderung kepada hal yang jahat. Bromocorah adalah seorang atau beberapa orang jahat yang menduduki atau menguasai wilayah tertentu dan kerap membuat onar di sekitar wialyah tersbut seperti merampok, mencuri dan hal jahat yang terkait lainnya.

Mungkin bisa dibuat novel kisah Dablong dan Daplun dari berbagai sudut pandang nih. Daplun dan Dablong sebagai Pendekar, sebagai penghibur dan sebagai Bromocorah. Ngomong novel, apa bisa saya merangkat kata panjang berlembar lembar ya? Tunggu saja (tri)

2 respons untuk ‘Daplun

Tinggalkan komentar