Melanjutkan kisah tour ke Sariater, setelah check in, kami istirahat sejenak. Menyeduh teh dengan sedikit gula. Sekedar menghangatkan badan. Udara Sariater Hotel & Resort yang sejuk, ditambah hujan yang mengguyur, membuat suasana makin dingin.
Saya memang kurang piknik, jadi ga gaul bahasa anak sekarang. Ke tempat wisata ke Jawa Barat saja jarang. Paling sering ke Puncak, Bogor. Cibodas, Cianjur. Kunjungan tidak jauh dari Air Terjun Cilember, curug Cibodas dan Ciberem. Atau sekedar nginep di vila. Itupun gratisan dari kantor 😀 .
Isen Mulang, 2001. Jarum jam dinding menunjuk 07 pagi, kenapa masih gelap? Batinku. Kubuka pintu pondokan sambil memperhatikan cuaca, berkabut? Palangkaraya berkabut? Aneh sekali, tak ada gunung di sini. Saya makin penasaran. Saat saya hirup agak dalam udara pagi itu, saya tersedak, kabut ini serasa mencekik di leher membuat batuk, tidak segar seperti yang kubayangkan layaknya di kampungku di seberang lautan sana.
“ini bukan kabut, ini asap!” teriak rekanku yang sudah lama tinggal di Bumi Borneo ini. Dia tinggal di Barito Selatan. Sayang saya tidak sempat berkunjung ke wilayah tersebut. Saya hanya kuli yang tak mungkin melakukan petualangan. Apalagi untuk menapaki aspal jalanan Kalimantan Tengah mengendarai roda dua. Cukuplah saya mengenal Kalimantan lewat hembusan asap bumi Tambun Bungai ini. Eh tapi beberapa kali saya meminjam sepeda motor bos buat sekedar ke kantor pos atau pasar.
Kerap saya membayangkan memacu sepeda motor menyusuri jalan Trans Kalimantan, seperti jalan Tjilik Riwut dari Bumi Habaring Hurung, Lanjutkan membaca Jelajah Borneo, Menembus Hutan Klakeh
“Teng…..trengteng.,teng..teng…!!”
Tiang jala-jala listrik yang berupa pipa besi berdiameter 8 inci, sekaligus penambat lampu PJU di jalur Kereng Bengkirai, yang menghubungkan Ibukota Kalimantan Tengah dengan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berdentang dipukul seseorang dengan irama yang menandakan kewaspadaan tinggi. Bersahut dari ujung Pelabuhan Kereng hingga mendekati jantung Ibukota Propinsi.
Saya terbangun, karena kaget yang teramat sangat Lanjutkan membaca Denting Tiang PJU dan Awan Merah di Tambun Bungai
Melengkapi Kisah Yogya Kembali, di mana kami mampir ke Candi Prambanan dalam cuaca mendung disusul hujan, maka saya ingin tahu sejarah Candi Prambanan tersebut. Berikut saya copas dari Wikipedia Bahasa Indonesia :
Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna ‘Rumah Siwa’), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan. Lanjutkan membaca Sejarah Prambanan
Kisah Yogya Kembali dimulai dari Senin pagi, 7 Januari 2013. Dengan diantar mobil mertua, pagi pasca Subuh kami sekeluarga meluncur ke terminal 1, Bandara Internasional Soekarno Hatta. Niat hati agar tidak ketinggalan pesawat, ternyata pagi itu Tol Sedyatmo – Bandara lancar jaya. Lion Air. Setelah menunggu lumayan lama karena datang kepagian ditambah ada sedikit gangguan, entah trouble apa, tidak dijelaskan (dalam hati semoga pesawat sehat).
Bersiap naik pesawat
Cukup 1 jam pesawat mengudara, meski satu jam, si kembar dampit tidur angler dari take off hingga landing di Adisucipto , disinyalir karena bangun pagi dan terkena sepoy AC dalam pesawat. Enaknya jadi bocah, tanpa beban. Begitu bangun di Adisucipto, perut nagih minta diisi, setelah tengak-tengok akhirnya sebuah rumah makan padang di pintu keluar Bandara jadi tempat berlabuh. Nikmat sekali, entah karena lapar atau memang rasa aselinya. Tapi harga yang mesti ditebus juga istimewa 😀 Gak lagi-lagi deh. Lanjutkan membaca Prambanan Never Ending
Yogyakarta, kota yang diistimewakan di republik ini. Kota yang pernah menjadi ibukota negeri Pertiwi. Kota (wilayah) pusat kerajaan Mataram Islam. Kota yang bisa dikatakan negara tersendiri karena memilik sultan yang diagungkan sebagai kepala pemerintahan. Kota sebagai cagar budaya dengan aneka keistimewaan dan keunikan. Kota yang akan memberikan kenangan tak terlukiskan bagi para pelancong. Kota yang selalu memanggilku tuk kembali menikmati keluwesan budaya, menjajaki lorong-lorong yang tak sekedar lorong. Selalu ada yang bisa diceritakan di tiap jengkal bumi Nagari Ngayugyokarto.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.