Yogyakarta, kota yang diistimewakan di republik ini. Kota yang pernah menjadi ibukota negeri Pertiwi. Kota (wilayah) pusat kerajaan Mataram Islam. Kota yang bisa dikatakan negara tersendiri karena memilik sultan yang diagungkan sebagai kepala pemerintahan. Kota sebagai cagar budaya dengan aneka keistimewaan dan keunikan. Kota yang akan memberikan kenangan tak terlukiskan bagi para pelancong. Kota yang selalu memanggilku tuk kembali menikmati keluwesan budaya, menjajaki lorong-lorong yang tak sekedar lorong. Selalu ada yang bisa diceritakan di tiap jengkal bumi Nagari Ngayugyokarto.
——————————————————————————-
Ungkapan yang mungkin berlebihan, tapi tidak bagi saya. Entahlah, saya merasa selalu terkenang akan Yogyakarata, atau saya akrab menyebut Jogja. Entah nilai dari sebuah kata Jogjakarta atau memang ada daya tarik magis yang memayungi kota ini, sehingga selalu teringat dan tak bosan tuk berkunjung. Lagi dan kembali. Tanpa sadar akan muncul ungkapan “Yogya ku kan kembali lagi” saat pulang dari berkunjung ke kota ini.
Awal Januari 2013, saya sekeluarga menyempatkan refresing, dan rencana dadakan muncul penuh kemantapan. Kita ke Jogja. Alhamdulillah, saya berhasil memeluk Jogjaku selama dua hari, mereguk indahnya nilai kebersamaan, bersama keluarga, bersama Yogyakarta.
Sepuluh tahun silam terakhir saya mengunjungi kota sejuta budaya ini, entahlah, sepertinya tidak berubah, atau nilai kenangan yang tidak berubah. Sekali lagi saya sulit menggambarkan perbedaan 10 tahun silam dengan saat ini. Yogyakarta selalu ramah, belaian angin tak pilih kasih, tapi penuh welas asih.
Yogyakarta mungkin tak selalu indah, mungkin tak selalu ramah, tapi percayalah, Yogyakarta, ku kan kembali, menatapmu. memelukmu.
_______________________
*kisah lengkap, lain kali. Wassalamu’alaikum
sugeng enjing kang tri.
Pertamax.
wah gasik men. nembe mbukak ki Kang. suwun
Kunjungan perdana,salam kenal…
Teman” yang suka dgn dunia teknologi,kunjungi blog teman saya yah.http://blogduniatekno.wordpress.com/
terimakasih.
kota yg kurang mengenal kata “norak”, kurang mengenal “trend” mode coz semua mode dari “norak” mpe “ngetrend” semua dianggap ekspresi bebas empunya
kota yang kalau kita lewat nyapa orang gak dikenal dibalas senyum dulu baru dilanjutkan penasaran (siapa ya yang nyapa tadi)….bukan penasaran dulu tapi akhirnya gak jawab orang yang nyapa
yah…. kota sejuta cerita, sejuta makna
saya juga begitu.. kalo sudah di Jogja males pulang
Jogja .. Istimewa
ayo ke Jogja kembali
pengin kuliah nang jogja
ngenger nggawa anak bojo
wah ora pas aku balik mas, selisih hari. kalo bareng kan bisa kopdar lagi
wah ini rencana dadakan je mas, lio dinolah, Insyaallah rono neh ki, sih kurang puas
terakhir ke jogja sekitaran 2006 kl gak salah, itu jg kerjaan 😀
kapan ngumpul bareng di jogja A hehehe kopdar koboys nang Mbantul rumah Pak One
kpan ya 😀
apa ke rumah Mas Hadiyanta, minta Duren karo Matoa 😀
xixixi… emang kang tri ada rencana ke sana lagi ?
ada tp belum direncana, kalo direncana jauh hari malah gagal xixixi
Ping balik: Prambanan Never Ending « Triyanto Banyumasan Blogs
Ping balik: Sejarah Prambanan « Triyanto Banyumasan Blogs
Ping balik: Flo, Salahkah Dia? | Triyanto Banyumasan Blogs