Jatiluhur Lake atau Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan Jatiluhur adalah bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah, Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis Compagnie française d’entreprise, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3 / tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.
Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin, dengan daya terpasang 187 M, dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh Perum Jasa Tirta II.
Selain dari itu, Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum, budi daya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II. (Read more in wikipedia)
————————-

Late post. (ini adalah postingan yang terhapus, Alhamdulillah ketemu di chachednya google, ternyata sudah keindeks sama mbah google)
Beberapa waktu lalu saya sekeluarga jalan-jalan ke Jatiluhur, bahasa kekiniannya ‘Sunmori’ atau Sunday Morning riding. Ya, riding. Masih menggunakan roda empat yang terbagi saling dua. Alias saya dan isteri sama-sama mengendarai sepeda motor.

Saya mengendarai Pasir Putih si Honda Vario 125 WTF 2013, sedang isteri mengendarai Suzuki Hayate. Dari rumah di Karawang, menyusuri Jalan Telagasari – Kosambi, dilanjutkan melintas jalan raya Curug dan seterusnya sampai Kota Purwakarta. Muali masuk Purwakarta, serasa menemukan suasana baru. Jalan turun naik dengan udara yang cenderung sejuk. Ya sejuk bagi saya yang terbiasa dengan udara Karawang Utara, Bekasi dan Jakarta yang hangat, cenderung ‘sumuk’, serta dataran rendah yang didominasi persawahan, lalu lintas padat dan gedung.
Setelah masuk kota Purwakarta, selanjutnya belok kanan menuju Pintu Utama Taman Rekreasi Waduk Jatiluhur.

Dari jalan masuk wilayah Jatiluhur, menanjak berkelok, masuk gerbang bayar 40 ribu per kendaraan, turunan juga berkelok. Jalanan aspal mulus, dipayungi pepohonan yang rindang, saya membayangkan area rekreasi rapi dan indah. Ternyata area utama rekreasi jauh di luar ekspektasi. Hanya pemandangan, perpaduan air dan pegunungan yang memang layak dinikmati.

Suasana area utama rekreasi didominasi tempat makan. Jalan banyak yang rusak. Pinggiran pantai (meski bukan laut) bisa dibilang, berantakan. Mungkin terbiasa lihat suasana rapi di pantai Ancol, dengan pedestarian yang nyaman untuk bersantai.

Di area rekreasi ‘pantai’ Jatiluhur ini, saya sekeluarga menikmati makan pagi, sangu dari rumah. Juga menyewa Speedboat berkeliling waduk, area keramba ikan dan restoran apung. Speedboat sempat mogok di tengah perjalanan. Sang nahkoda menelpon rekannya, akhirnya kami ‘disetut’ Speedboat lainnya dan berpindah Speedboat melanjutkan keliling, menikmati, hal yang saya tidak tahu apa yang dinikmati. Mungkin sekadar biar bisa bilang, ‘naik perahu di waduk Jatiluhur’. Karena kenangannya hanya itu saja. Mungkin seharusnya saya mampir di restoran apung atau keramba yang berada di waduk. Tapi saya sudah illfeel, bingung mencari keindahan atau keunikan yang ada di area rekreasi ‘pantai’ Jatiluhur tersebut, ditambah, sang putera mahkota ngambek minta mancing, sedang saya tidak paham di mana bisa dapat joran dan umpan, memang ada spot mancing di pinggiran waduk ini, nampak beberpa pemancing asik menunggu joran mereka. Akhirnya kami hanya menikmati hamparan pegunungan di seberang sana yang memang memukau.

Selesai menikmati hempasan angin di atas Speedboat, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Secara spontan, kami mengambil arah jalan lain, bukan menuju pintu keluar yang berada di samping pintu masuk area rekreasi.
Ada jalan menurun menuju Pembangkit Listrik Tenaga Air. Melewati terminal-terminal kabel listrik tegangan tinggi. Keluar melewati portal yang terbuka, dan tiba di jalan coran di bawah bendungan PLTA. Tanya ke penduduk sekitar, jalan ke arah Loji, Karwang Selatan. Dan, disinilah awal kami menemukan asyiknya Jatiuhur mengendarai sepeda motor.

Jalanan coran mulus, naik turun bukit dengan panorama alam yang terkesan liar. Karena kanan kiri jalan didominasi semak belukar dan rumpun bambu.
Rombongan sepeda Dunhill dan MTB cukup banyak, nampak sebagian baru keluar dari jalan setapak, berlumpur dan kotor. Sepertinya asyik sekali menikmati goncangan diatas sepeda kayuh di antara belukar dan tanah terjal.

Saya pikir jalan ini tidak jauh, ternyata melingkar sepanjang bibir waduk. Saya hampir putus asa, kapan sampai Loji. Hingga menemukan sudut Jatiluhur yang landai dan cocok untuk Bumi Perkemahan. Kata Kang Cundit namanya Paranggombong. Kami berhenti sejenak untuk mengabadikan keindahannya.
Perjalanan berlanjut hingga perbatasan Karawang, jalanan berubah ‘pating nggronjal’ alias rusak. Bekas jalan aspal yang sudah hancur. Jalanan buruk ini menambah lama perjalanan hingga jalan raya Loji. Mampir numpang shalat di masjid pinggir jalan.
Jalanan selanjutnya diringi pemandangan asap hitam mengepul dari tungku-tungku pembuat semen. Langit jadi gelap dan terkesan kumuh.
Sampai akhirnya kami masuk jalan Karawang Barat. Sampai sekarang saya masih bingung, karena kami berangkat lewat Curuk, Karawang Timur dan saat itu saya tiba dari arah barat samping tol Karawang Barat. Benar-benar memutari perbukitan Purwakarta dan Karawang Selatan.
Selama perjalan, Alhamdulillah tidak ada kendala dengan sepeda motor. Baik si Pasir Putih Vario 125 maupun Hayate.
Uhuuuy… Ajib kang tri
SukaDisukai oleh 1 orang
Alhamdulillah A
SukaSuka
saya pilih Hayate hahahahaha 😀
SukaSuka
Saya pilih semuanya 😂
SukaSuka