Ngangkot alias naik angkot, adalah rutinitas pagi dan malam semenjak saya tinggal di Kota Patriot, Bekasi. Angkot menuju dan dari Stasiun Bekasi (Bulan-Bulan).
Sebenarnya saya jarang sekali naik angkot di depan alias samping supir, lebih memilih di belakang atau dalam. Sekali di depan dan saya tidak akan mengulangi. Jika di depan kerap deg-degan karena si supir serampangan dalam mengendarai armadanya. Memang tidak semua, tapi kebanyakan sama, kejar setoran, alasannya.
Ternyata pagi ini saya lupa dengan sensasi yang sudah pernah saya alami, berangkat naik angkot yang masih kosong, daripada di belakang sendirian, saya memilih menemani pak supir, di depan. Dan sensasi deg-degan, dalam bahasa Banyumas, trataban, kembali terulang.
Ketrampilan supir angkot memang tidak perlu diragukan. Meliuk menghindar pengguna jalan lain. Pengguna jalan yang perlu diwaspadai tidak hanya kendaraan bermotor, pesepeda danpejalan kaki, tapi juga pedagang pinggir jalan, kaki lima, gerobak yabg memakan badan jalan.
Lebih parah saat ada angkot yang menyalahi jadwal trayek, biasanya angkot nakal memutar balik sebelum sampai ujung jalur trayek karena penumpang sudah habis diturunkan. Saat mengetahui angkot depan menyalahi kesepakatan tersebut, akan dikejar dicaci dan kondisi jalan yang rusak di beberapa titik, apalagi di jam berangkat pagi, lalu lintas padat, angkot akan memaksa nyalip dan nyelip, menimbulkan kepanikan pada penumpangnya.
Diperparah dengan kondisi angkot yang sebenarnya tidak layak jalan, mungkin uji kelayakan KIR oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya kurang ketat, bisa jadi percaloan masih menjamur, calo jalur KIR khusus guna meluluskan kendaraan yang selayaknya tidak lulus jalan.
Seperti angkot yang saya tumpangi pagi ini, saat mengerem dan jalan lagi, terdengar suara kasar seperti besi dan besi beradu kontinyu.
“Suara apa tuh Bang?” tanya saya pada supir.
“Kampas, habis tuh, ga gablek duit buat ganti” jawab supir enteng.
“Kanvas rem?” tanya saya lagi menegaskan.
“iya, jadi tinggal besi beradu tromol roda” si abang supir menjelaskan ringan.
Saya makin deg-degan jadinya, kanvas rem habis tapi masih berani injak rem mepet pengguna jalan lain. Bahkan sempat menggoda anak-anak sekolah di pinggir jalan yang hendak menyeberang ke sekolahan, si supir yang hendak menurunkan penumpang sesama anak sekolah tersebut sekonyong-konyong memlintir setir ke kiri seakan mau menabrak anak-anak tersebut, kaget, saya juga. Tapi mereka tidak marah, nampaknya ada keakraban terpancar antara supir dan anak sekolah. Hanya senyum saja mereka.
Alhamdulillah, selamat sampai tujuan. Naik kendaraan apa pembaca pagi ini menuju kantor?(tri)
———————
Standing on Commuter line Bekasi-Jatinegara, Jumat 19 September 2014, 07.48 wib
**************
Posted from WordPress for Android Wonder Roti Jahe
woh greget tenan, tantang nyalimu. sempet2nya foto bagian itu. itu ijin dulu sama sopirnya enggak?
http://orongorong.com/2014/09/19/yamaha-rx100-saudaranya-rx-king-yang-sangat-irit/
SukaSuka
Enggak perlu, hla wong hampir semua angkot begitu kok.
SukaSuka
angkot bekasi babelan 09 yakk? hahha
emang somplagh semuah itu sopir, wkwkw
SukaSuka
Wah ini di yang lebih menjiwai 😀 selalu ada yg masuk Asri dalam jalur 09B. Tau kesepakatannya gimana tuh
SukaSuka
tapi murah loh, stasiun – babelan cuma 5000
tapi waktu tempuh kalo lagi setres bisa sejam :tepokjidad:
SukaSuka
Ancene, Asri wae iso 1/2 jam lewih kadang, nek beruntung yo 20 menit
SukaSuka
nyong wes sue ra blusukan wisma asri, terakhir dolan mrono 2002, dadi rangerti suasana saiki hehe 😀
SukaSuka
Ra beda adoh, aku ya kat akhir 2001-2005 manggon karo kakange nang kono. Alhamdulillah siki duwe dewek. Ngeneh dolan
SukaSuka
Cuk Bodats mana nih yg biasanya ngangkot 🙂
SukaSuka
Lg ngitung amplop mogeh Suzuku *gudiebag kok kaos, ra usum
SukaSuka