Dua rangkaian KRL Commuterline saya abaikan, meskipun masih lega untuk berdiri karena tempat duduk sudah penuh. Saya ingin duduk biar lebih nyaman sambil berselancar di dumay, becanda dengan rekan-rekan koboys-obi di grup Whasapp mesenger.

Masuk commuterline ke-3, saya bergegas bersiap di pinggir jalur aman bergaris kuning bantaran rel. Berharap bisa memenangkan lomba masuk KRL berhadiah tempat duduk. Ya. Kami harus cekatan berebut masuk kereta, karena tempat duduk terbatas

Saya kurang beruntung, tersisa hanya kursi prioritas di pojok-pojok gerbong. Tempat duduk prioritas diperuntukan bagi penumpang khusus, seperti ibu hamil, ibu yang membawa balita, lansia dan penyandang difabelitas.
Beberapa penumpang di luar kriteria tersebut tetap menempati kursi prioritas tanpa beban. Sayapun tergoda untuk menyusul duduk, tapi tertahan oleh pemikiran, bahwa saya bukan ’emak-emak’ apalagi penyandang cacat.

Yang lebih menguatkan saya yaitu ampak seorang bapak tua, lebih pas disebut ‘kakek’, dengan wajah keriput dan rambut memutih, beruban. Sang kakek tetap berdiri tegap meski kursi prioritas longgar. Malu kalo saya kalah sama pendirian si kakek. Saya kuat berdiri, biarlah mereka yang duduk nyaman. Toh belum tentu ada penumpang dengan kriteria prioritas, mungkin begitu pikir mereka. Berapa lama pembaca sanggup berdiri?(tri)
**************
Posted from WordPress for Android Wonder Roti Jahe
nyos
SukaSuka
pwnak ngadeg karo ngeblog
SukaSuka
sapa suruh datang jakarta
SukaSuka