8210 Second


“Thut thit thut thit!”. Si mungil 8210 berdering. Belum sempat kuangkat, dering itu berhenti. Berulang dan selalu mati. Iseng nih. Akhirnya kurelakan pulsaku karena penasaran.

“Halo”, sapaku.
“Halo, ini siapa?”, jawaban dari seberang yang membingungkan. Suaranya agak centil, perempuan.

“Lho kok, kan situ yang nelpon tadi, emang situ mau nelpon sapa tadi”, jawabku dongkol.

Itulah awal kumengenalmu. Awalnya kau mengaku sebagai Sher. Namamu sebenarnya adalah Fay. Nomer telponku, kau bilang punya temanmu yang hilang.

Sampai sekarang aku tidak tahu, apakah nokia monochrome 8210 yang kubeli second adalah hasil curian. Mencuri milik temanmu dan dijual berantai sampai ke tanganku, yang pasti aku bukanlah penadah.

Besoknya -misscall-mu kembali mengganggu. Dan salahnya, aku suka diganggu wanita. Sekali lagi pulsaku melayang demi mendengar suaramu, yang centil dan menggemaskan. Emosimu seolah sebanding dengan kegelisahanku kala itu. Menenangkan. Mungkin itu fana yang aku suka.

Berulang kutelepon, kadang ilegal pulsa kuambil, telepon kantor. Demi sebuah suara.

Fay, aku suka suara ceriamu, penuh spirit anak muda. Kau masih di bangku SMA. Di sebuah kota di Lampung Tengah, Metro tepatnya. Kelas dua, masih hijau barangkali, tapi dari obrolan ngawur kita, kau seolah dewasa sebelum waktunya. Matang tanpa ragi.

Fay, betapa lucunya saat kutelepon dan kau sedang sekolah. Jika sedang menerima pelajaran, kau akan jawab teleponku dengan berbisik,
“15 menit lagi telpon lagi ya, ini lagi pelajaran fisika”.
Dan 15 menit berikutnya, hebohnya kau Fay, kau kenalkan aku pada teman-temanmu, seolah sudah sangat mengenalku. Begitu bangga kau mengabarkan pada mereka.

Dari perkenalan dengan temanmu, kutahu namamu bukan Sher tapi Fay. Sher adalah nama temanmu. Kaupun hanya tertawa renyah saat kuungkit kepalsuanmu. Kau bohongi aku Fay.

Akupun tidak marah sedikitpun dengan kebohonganmu itu. Mungkin aku terlalu lugu, terpesona oleh kerianganmu, keceriaan yang terpancar dari suara centilmu.

Fay, masih terngiang, kegiranganmu saat kau cerita bahwa adik kecilmu baru lahir.
“Mukanya lucu tahu Kak, kaya anak babi”, katamu diiringi derai tawa tanpa canggung.
Anak babi lucu? Bagiku yang terbayang adalah boneka babi.

Kau masih hafal syair lagi itu Fay? Afril Lafigne, remaja dengan julukan Punk Princess, itulah gambaranku tentang dirimu.
Kita pernah menyanyi bersama dengan iringan lagu itu. I’m with you.

Dan kau tahu Fay, aku lebih ingin mengenal Ning, kakak perempuanmu. Salahmu sendiri Fay, tak cukup kau pamerkan aku pada teman sekelasmu, kau kenalkan juga pada kakakmu. Karena kuyakin, kakakmu lebih dewasa dari dirimu.

Kau ingat Fay, kau berbagi earphone dengan Ning, saat aku menelponmu malam jelang tidur.
Satu earphone di kupingmu dan satu lagi di kuping Ning, kakakmu.

Kau tahu Fay, bahwa teman-temanmu lebih peduli padaku. Lebih dekat dibanding kau yang lebih dulu mengenalku.

Fay, bukan maksudku melupakanmu, tapi ponselku jatuh saat naik motor, hilang. Sang penemu juga tak berniat mengembalikan.

Sejak itu hilanglah kontak dengan
mu.
Aku tak bisa lagi menemukan suaramu. Kaupun tak berusaha mencariku kan Fay.
Karena yang menemukanku adalah temanmu yang merupakan sainganmu. Kau dibodohi temanmu Fay, kau tidak tahu bahwa temanmu itu kerap meneleponku dan menangis karena berselisih dengan temanmu yang lain.

Fay, kau tahu? Aku masih ingin mengenalmu, kau tetap misteri yang tak tertebak.
Fay, apakah di Lampung sedang hujan malam ini?(tri)

**************
Posted from WordPress for Android Wonder Roti Jahe

8 respons untuk ‘8210 Second