Sekira 255 ribu orang datang ke Jakarta tiap tahunnya, penambahan jumlah penduduk yang signifikan. Berebut memadati Ibukota karena pesonanya takan pernah pudar, meski berita negatif bergulir dan dipublikasikan oleh berbagai sumber. Mulai dari pengangguran, kriminalitas, kemacetan dan momok banjir yang tak kunjung tertanggulangi.
Alasan mencari “PENGHIDUPAN YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN” menjadi faktor utama kaum urban mendatangi metropolitan. Mengais rizki dengan harapan mendapatkan kerja yang diinginkan. Meninggalkan kampung halaman yang dianggap tidak menjanjikan. Pembangunan yang timpang antara pusat dan daerah menjadikan sulitnya mendapat pekerjaan layak, sehingga Ibukota tetap lebih memepesona dan menjanjikan kehidupan yang lebih layak.
Duabelas tahun silam saya ikut menambah hiruk pikuk ibukota, mengakrabi gangnya yang sempit dengan got berair hitam kelam, menyelami debu jalanan yang selalu menyapa wajah bagaikan lotion buat bersolek, berkenalan dengan air meluap saat bangun dari mimpi. Yah pengalaman pertama bersama banjir adalah saat bangun tidur dan turun dari ranjang, disambut bunyi “kecipak”, perabotan di kamar ngambang.
Dan setelah sepuluh tahun lebih mengakrabi kesemrawutan metropolitan, kini terbiasa bersenda gurau dengan ibukota yang semakin hari semakin sulit dikenali. Karena keakraban tersebut, mengabaikan untuk mengenal lebih jauh bumi yang dipijak. Hanya jalani apa yang terpampang di depan mata. Menyongsong yang tak pernah pasti. Haruskah berontak memperbaiki ? Apa daya diri ini. Yang hanya mampu mencaci tanpa solusi. Wujud keprihatinan tanpa penyelesaian. Coba tanya pada senja yang selalu datang mengantar malam.
(to be continue…..)
=========================================
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah nyata kerusakan di darat dan di laut dari sebab perbuatan tangan manusia, supaya mereka deritakan setengah dari apa yang mereka kerjakan, mudah-mudahan mereka kembali.” (Ar Ruum :41)
yah gitulah mas, mau ngrasain lewat busway aja harus ke Jakarta. Saya pikir baiknya Jakarta ga perlu dibangun lagi, MRT, Monorel, Transjakarta, tol dalam kota, Rumah susun murah dll di Stop aja. Biayanya dialihkan buat pembangunan daerah. Kalau Jakarta sudah stuck sedng daerah jadi lebih nyaman dan sejahtera kan pada pilih pulang kampung
SukaSuka
mudah-mudahan, perlahan tapi pasti di ibukota ada perbaikan, dan otoritas daerah mampu membangun wilayah masing-masing mengurangi kaum urban. Amin
SukaSuka
Indah banget…
SukaSuka
yg mana, pertama pa terakhir ?
SukaSuka
andai pemerataan pembangunan terpenuhi baik, pesona bak metropolitan bkl terjadi d tiap daerah..
SukaSuka
semoga ke depannya terpenuhi. Amin
SukaSuka