Ditertawakan Layar Kaca


Layar kaca atau televisi dimiliki oleh hampir setiap rumah, bahkan satu rumah bisa ada di tiap kamar. Semakin menjamurnya siaran televisi swasta menyebabkan perlombaan rating siaran kian sengit. Berbagai acara demi menaikan rating disuguhkan, tanpa peduli kwalitas siaran, yang penting mampu menarik minat pemirsa. Saat satu acara digemari, maka televisi lain akan mengikuti dan membuat acara serupa.

Acara televisi belakangan didominasi oleh acara lawakan dan guyonan. Tertawa seolah sebagai simbol kebahagiaan, seolah tertawa semakin susah tanpa lawakan. Tindakan bodoh dipertontonkan untuk menghibur pemirsa. Rating sebagai tolak ukur keberhasilan suatu acara menjadikan acara televisi kian meninggalkan kwalitas. Mutu siaran diukur oleh hits yang naik. Wajar memang, televisi komersil melakukan hal tersebut, semakin baik rating siaran berarti iklan komersil membanjir dan harga juga tinggi.  Lanjutkan membaca Ditertawakan Layar Kaca

Dibuai Tawa


Tertawa adalah lambang kebahagiaan, tapi tertawa berlebihan bsa  jadi tanda-tanda sakit jiwa. Memang tertawa tidak dilarang, tapi apapun jika berlebihan pasti efeknya jelek. Begitupun tertawa, jika berlebihan bias membuat hati ini mati. Tidak peka terhadap lingkungan, masa bodo dengan masyarakata sekitar, yah layaknya orang gila yang cuek meskipun auratnya terbuka, tetap tertawa meski kelaparan, badan dekil dan bau, kadang menangis tanpa jelas permasalahannya. Apa kita cukup bilang “KASIHAN DIA”

Pelawak, bukan salah pekerjaannya, tapi jika ada pekerjaan yang mampu dilakukan selain melawak kenapa harus melawak. Membuat orang lain bahagia adalah baik, bahkan bias bernilai ibadah, tapi apakah membuat orang tertawa selalu baik ?

Lanjutkan membaca Dibuai Tawa