Adakah pembaca yang sama sekali belum pernah naik kereta?
Dari kecil saya suka kereta dan seingat saya, pertama naik kereta adalah Sawunggalih, dari Purwokerto ke Jatinegara, pada tahun 1991.
Apakah pembaca pernah baca novel Suro Buldog, Orang Buangan Tanah Merah Boven Digoel? Novel karya Pandir Kelana ini laris manis pada masanya. Tidak perlu saya bahas era kejayaan novel ini yang saya sendiri terlambat menyadarinya.
Lantas, apa hubungan kereta dan Suro Buldog dalam Orang Buangan Tanah Merah Boven Digoel? Sebagai gambaran berikut petikan novel yang menjadi clue dari tulisan ini
Seusai mengikuti pendidikan teknik pada Europese Ambacht School, idam-idamannya untuk bekerja di Staats Spoorwegen Jawatan Kereta Api, terkabul dan ia mulai meniti karir sebagai montir di bengkel lokomotif Tasikmalaya, Jawa Barat.
Mengidam-idamkan bekerja di perkerata apian, dan menjadi montir. Terus terang dari kecil saya tidak pernah membayangkan montir kereta api. Kalo montir sepeda motor atau mobil sudah biasa. Tapi montir kereta, sama sekali tidak terbayang, sampai saya membaca novel ini.
Anda harus membaca keseluruhan novel, khususnya bagian yang bersambungan dengan petikan di atas. Saya sebenarnya ingin mengutip lebih lengkap, tapi saya kesulitan mencari ebook novel ini. Hampir semua link download sudah kadaluwarsa alias kosong. Saya berniat membeli novelnya untuk koleksi dan ingin menuangkan dalam tulisan di blog. Tentu tidak semua dalam satu waktu.
Dalam novel tersebut, Pandir Kelana berhasil menarik pembaca (saya) sebagai orang yang tergila-gila dengan mesin kereta api. Suro Buldog digambarkan begitu mencintai tiap inci bagian-bagian kereta api. Seolah ingin memeluknya.
Dari bacaan inilah saya mulai membayangkan mesin lokomotif yang besar dan terkesan kasar.
Novel yang saya baca di era STM, akhir 90an, teronggok di perpustakaan yang kurang terurus, kabupaten Banyumas. Purwokerto tepatnya. Dulu persis di seberang selatan Pasaraya Sri Ratu.
Saya yang sekolah jurusan Elektronika Komunikasi, terbiasa dengan komponen-komponen elektronik, kecil, mungil, cenderung bersih, sulit membayangkan, menjiwai dalaman mesin besar sebuah lokomotif kereta api, yang identik hitam beroli, kotor.
Tapi dalam novel tersebut, Pandir Kelana seolah menghipnotis saya untuk mencium mesra mesin lokomotif.
Mungkin sebagian pembaca abai akan point kegilaan Suro Buldog dengan mesin lokomotif dalam novel tersebut. Tapi saya sampai saat ini, jika melihat lokomotif maka saya ingat novel tersebut. Dan nama Suro Buldog langsung terlintas mengemati mesin besar dan garang. Layaknya melihat pedukuhan di tengah sawah, maka saya bisa membayangan Srintil sedang menari ronggeng, seperti dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Apakah pembaca menyukai lokomotif?(tri)
**************
Posted from WordPress for Android Wonder Roti Jahe
suwe ra nyepur kiye
SukaSuka
dong STM malah mbolang numpak sepur barang Pertamina kang PWT-Kroya-Maos. siki ya meh ben dina tp sensasi commuterline bed karo sepur geni
SukaSuka
malah nembe tau krungu ana novel judule kaya kue.
SukaSuka
Lhah mendi bae si rika? 😀
SukaSuka