Sejarah Ringkas Banyumas


Harusnya tulisan ini diposting di awal blog berdiri, berhubung sing duwe warung rung pinter mung keminter dadi mesti diingetin dan diangon sama juragan-juragan blog yang dah mumpuni. *tapi bukan ternak lho..

BANYUMAS SATRIA

Banyumas berada di tengah dua kutub kebudayaan besar Jawa, Jawa Kraton (timur) dan Jawa Sunda (Barat). Letaknya yang jauh dari pusat kekuasaan kerajaan Jawa di masa silam, justru membuat masyarakatnya bisa lebih mandiri sehingga mampu menciptakan ragam kebudayaan berkarakter unik. Karena itulah, Banyumas dikenal sebagai ‘Jawa yang lain’.

peta kabupaten banyumas

Ada berbagai dongeng rakyat yang menandai kisah awal mula pembukaan hutan untuk perkampungan Jawa bernama ‘Selarong’. Satu saat, kampung yang masih dikelilingi rimba raya itu menderita kekeringan yang amat sangat. Hari demi hari, penderitaan warga bertambah dengan semakin langkanya persediaan air untuk menyambung kehidupan. Harga setetes air nilainya sama tinggi dengan emas.

Sampai tibalah di kampung itu seorang pengemis hina dina yang tak dihiraukan oleh masyarakat. Namun sang pengemis pergi ke jalan desa dan menancapkan tongkatnya. Ketika tongkatnya dicabut dari tanah, muncullah mata air yang menghasilkan air berlimpah. Mendapat sukacita yang teramat besar, warga berteriak-teriak, menyebut telah mendapatkan Banyu (air) seperti mendapatkan Mas (emas). Teriakan ‘Banyu’ dan ‘Mas’ yang bersambung dari mulut ke mulut itulah yang lantas mengubah nama selarong menjadi nama Jawa, Banyumas.

Kampung mulai dipadati penduduk baru dan lantas berubah menjadi pusat keramaian. Memasuki abad pemerintahan kerajaan, intrik politik kekuasaan kerajaan Jawa melatari berkembangnya Banyumas menjadi sebuah wilayah kabupaten (distrik). Raja terakhir Kerajaan Majapahit, Sri Prabu Brawidjaja V merasa takut kekuasaannya berpindah tangan kepada adiknya, Raden Harjo Baribin yang alim dan dicintai rakyatnya. Seorang patih kerajaan lantas diperintahkan untuk mengakhiri hidup Raden Harjo Baribin.

Memperoleh informasi hendak dibunuh, R Harjo Baribin mengungsi dan lantas menjadi petapa di wilayah kerajaan Pakuhan Parahyangan. Sri Prabu Linggawastu yang memimpin kerajaan Pakuhan Parahyangan, tertarik untuk melanjutkan keturunan darah biru R Harjo Baribin. Adik Sri Prabu, Dewi Retna Pamekas dinikahkan dengan R Harjo Baribin dan memiliki empat orang keturunan. Satu diantaranya, Raden Banyaksosro yang mati muda, dan meninggalkan bayi bernama Raden Djaka Kaiman.

Bayi itu dititipkan ke ahli pembuat keris Kiai Ageng Mranggi, dan hidup sebagai rakyat biasa tanpa memiliki hak layaknya putra berdarah biru. Saat dewasa, dia mengabdi menjadi pengurus kuda di kediaman Adipati Wirasaba dibawah kekuasaan Kerajaan Pajang. Pemimpinnya, Raden Adipati Wargohutomo mengetahu status darah biru si jabang bayi dan lantas menikahkan dengan putri sulungnya, Rara Kartimah. Karena fitnah politik, pemimpin Kerajaan Padjang, Sultan Hadiwijaya membunuh Raden Adipati Wargohutomo.

Pada abad XV, Raden Djoko Kaiman diangkat Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang sebagai pemimpin daerah Wirasaba bergelar Kiai Adipati Wargohutomo II. Ini sekaligus untuk meminta maaf atas kekeliruannya membunuh Adipati. Tak ingin menguasai wilayah sendirian, pada tahun 1582, R Djoko Kaiman ia membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian. Salah satu wilayah, dia pimpin sendiri dengan pusat di Hutan Mangli, Desa Kejawar yang lantas menjadi cikal-bakal Kabupaten Banyumas.

*visitbanyumas.com

14 respons untuk ‘Sejarah Ringkas Banyumas

  1. sugeng enjang den mas, saya kira benar adanya tentang Galuh Purba, melihat bukti sejarah bhwa bahasa/dialek banyumasan meliputi Wilayah dr Kebumen,Cilacap, Purbalingga,bahkan sampai Tegal Brebes, Pemalang.
    Lanjutkan kupas sejarah boss, ane bakal kunjungi artikelnya.

    Suka

Tinggalkan komentar