Secara kodrati wanita memang kurang feminim jika duduk ngangkang saat dibonceng sepeda motor, tapi seiring perkembangan zaman dan menilik masa dimana yang ada adalah Unta atau kuda, apakah dulu wanita naiknya menyamping ? Seharusnya mentalitas personalnya yang diperbaiki agar lebih baik dalam berbusana, sehingga mau duduk menyamping maupun ngangkang tidak menimbulkan fitnah maksiyat. Uji materi Undang undang ini penting. Masyarakat aceh atau LSM yang akan bertindak lebih dulu mengajukan keberatan tersebut ke MK
———————————————————–
(tulisan di atas adalah komentarku pada posting reblog Perihal Aturan Membonceng Mengangkang, Nih Salah Satu Solusinya -------------------------------------------
Pemerintah daerah Lhokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam yang akan memberlakukan kesepakatan bersama (kesepakatan, bukan perda) mengenai tata cara membonceng sepeda motor bagi kaum hawa (perempuan), menimbulkan pro dan kontra. Yang jadi menarik adalah kesepakatan tersebut terkesan melarang perempuan membonceng sepeda motor dengan cara membuka kai atau mengkangkang yang bertentangan dengan keamanan dan kenyamanan bersepeda motor secara umum, apalagi dilihat dari segi safety riding.
Makin menarik saat hampir semua media membahas dan mengaitkan dengan syariah Islam, baik media online maupun pewarta warga alias blog. Rata-rata menyayangkan akan kesepakatan tersebut yang dianggap setara peraturan daerah (perda), karena mengabaikan unsur keselamatan berkendara bahkan dianggap mengekang wanita, melanggar HAM, sampai media luar negeri pun ikut menyoroti hal ini secara serius, menyoroti sebagai sebuah penyimpangan nilai. Nilai kemanusiaan dan nilai HAM.
Setelah menelusuri ke berbagai pemberitaan, saya berpendapat bahwa kesepakatan pemerintah daerah Lhokseumawe tidak sepenuhnya salah, tidak juga mengabaikan unsur keselamatan berkendara, karena ada pengecualian dalam keadaan darurat, tidak mutlak tapi lebih menekankan agar wanita kembali kepada kodratnya demi harga diri wanita itu sendiri. Bagaimana dengan emansipasi ? Apakah hal tersebut mengurangi arti emansipasi wanita ? Tentu akan makin sulit jika yang berpendapat adalah pemberita yang menganut liberalisme, kesetaraan gender, semua akan dikaitkan dengan syariat Islam yang dianggap mengekang kebebasan wanita dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Jika busana wanita makin mirip laki-laki juga perilaku menyimpang lain yang menurunkan harkat dan martabat wanita, maka tidak salah jika pemerintah daerah peduli dan mencoba memperbaiki mentalitas warganya agar kembali pada kodrat, kembali pada fitrah wanita sebagai makhluk terhormat dengan busana layak yang semestinya. Apakah busana wanita masa kini menurunkan martabat wanita ? Saya tidak mungkir dengan hal tersebut (isteri sendiri), tapi jika berpikir jernih, maka saya dapat memahami mengapa pemerintah daerah Lhokseumawe menekankan kepada warganya agar berbusana sopan sesuai kodrat kewanitaan, yaitu memakai pakaian panjang (gamis dan semisalnya). Silahkan tengok ke masa lalu, sejak kapan wanita memakai celana panjang dan busana lain layaknya laki-laki ? Nah adat Aceh, Lhokseumawe khususnya melarang hal tersebut, dan ingin mengembalikan citra perempuan di sana dengan memberlakukan kesepakatan bersama tersebut. Salah satunya duduk membonceng sepeda motor dengan posisi menyamping, dengan posisi menyamoping berarti mendukung perempuan mengenakan rok panjang sesuai kodrati.
Bagaiman membendung efek modernisasi yang terus menggerus adat-istiadat setempat ? Dimana masyarakat sekarang tanpa terasa menerima trend/mode yang mudah tersebar, baik melalui pergaulan maupun media seperti televisi dan media lain ? Trend/mode berbusana, bergaul juga bermasyarakat. Hedonisme, materialisme begitu mudah menjangkit mengalahkan nilai baik adat maupun religi.
Dengan pemberlakuan kesepakatan bersama tersebut, diharapkan nilai-nilai yang telah luntur dimakan zaman mampu dikembalikan, dan Lhokseumawe menjadi dirinya kembali, sebagai wilayah yang memiliki nilai, terbangun dari adat-istiadat dan syariah yang berlaku sejak masa nenek moyang.
Saya pribadi kontra dengan keharusan membonceng sepeda motor dengan duduk menyamping jika hal tersebut semata-mata pelarangan karena syariah Islam, tetapi kesepakatan tersebut tidak hanya tentang membonceng, membonceng hanya salah satu unsur dari kesepakatan yang ada. Kesepakatan yang sebenarnya lebih menekankan akan busana dan sikap yang kodrati sebagai perempuan.
Selayaknya perempuan adalah perempuan sebagaimana kodratnya, sesuai yang digariskan Sang Maha Pencipta. IMHO. Wassalamu’alaikum
tulisan bagus : Dalil Koplak Pengasong Liberalisme
kukur
SukaSuka
kwkwkwkwkwk
SukaSuka
agi kiye
SukaSuka
Weis…, mantaab…
SukaSuka
opone sing mantabhhh…
reneo ngancani jaga gawang 😀
SukaSuka
Ya gitu om, beberapa hari yang lalu dah tak baca di kompasiana dengan judul yang sama. Dan setuju ama njenengan sy.
SukaSuka
nggih mas Hore..
SukaSuka
pokoknya ngangkang lebih nyaman….
SukaSuka
dan aman tentunya
SukaSuka
sip….. Mantap…….
ga saklek harus bonceng nyamping masih ada pengecualian kalau darurat 😀
SukaSuka
Yah begitulah yg saya tangkap dari berbagai sumber
SukaSuka
nyimak aja. bosen artikel koyo ngene, gawe reang thok meski ada alasan safety.
SukaSuka
diluar negeri cewe uda bisa jadi astronot..disini masih diatur duduk miring atau lurus 😆
http://extraordinaryperson.wordpress.com/
SukaSuka
ahahah udah gak aneh lagi klo cewe duduk nyamping heheh
SukaSuka
iya tah.. sepertinya sekarang barang langka tuh
SukaSuka
enakan ngangkang lo mas……he…he…he….http://komunitashondamegaprokebumen.wordpress.com/2013/01/29/new-byson-akan-mengancam-cb150r-streetfire/
SukaSuka
iya si
SukaSuka